Reiki Perjuangan, Bagian 1

Reiki berasal dari kata Rei yang berarti Tuhan / Ilahi dan Ki yang berarti energi. Reiki adalah sebuah praktek terapi energi dengan cara menyalurkan energi dari alam semesta (energi ilahi) untuk berbagai kebutuhan, seperti penyembuhan penyakit, materialisasi, grounding, dsb. Reiki ditemukan oleh Mikao Usui pada tahun 1922 di Jepang dan sampai saat ini ada berbagai aliran reiki yang menyebar di berbagai negara. Saya sendiri mempunyai pengalaman tentang reiki yang di sini saya namai Reiki Perjuangan.

Pengalaman tentang reiki bermula ketika kakak saya memberi uang sekitar Rp 300.000 untuk mengikuti workshop tentang reiki. Di mana lagi ada kakak baik hati mau mentraktirĀ workshop reiki. Datang terlambat 30 menit, saya tertinggal session tentang sejarah dan definisi reiki. Saat itu sudah masuk pembahasan tentang pintu energi atau yang dikenal dengan nama chakra. Ada tujuh pintu energi di tubuh manusia yang dipercaya sebagai pintu gerbang masuknya berbagai energi kehidupan.

  1. Chakra Muladhara (chakra dasar), berada di antara anus dan kelamin.
  2. Chakra Swadisthan (chakra kemaluan), berada di sekitar tulang kemaluan.
  3. Chakra Manipura (chakra solar plexus / perut), berada empat jari dibawah pusar.
  4. Chakra Anahata (chakra hati), berada di sekitar jantung.
  5. Chakra Vishudda (chakra tenggorokan), berada di sekitar tenggorokan.
  6. Chakra Ajna (chakra mata ke-3), berada di antara dua mata.
  7. Chakra Sahasrara (chakra mahkota), berada di atas ubun-ubun kepala.

Pelajaran selanjutnya di workshop adalah session pengaktifan energi reiki atau attunement. Satu per satu peserta workshop maju dan duduk di sebuah kursi, kemudian master reiki menggerakkan tangannya diĀ  sekitar kepala peserta yang duduk tersebut kira-kira selama 30 detik.

Setelah selesai dengan attunement, kemudian session dilanjutkan dengan praktek penyembuhan. Satu orang peserta ditunjuk menjadi objek yang disembuhkan, sementara peserta yang lain menjadi subjek yang melakukan penyembuhan secara berkelompok. Setelah puas dengan permainan reiki, workshop ditutup dengan pertanyaan dari sang master.

“Kalo nanti di jalan ada yang minta tolong diobati, berani nggak Bapak-Bapak / Ibu-Ibu?”

Para peserta terlihat bergumam seperti ragu-ragu menjawab.

Sambil tersenyum, sang master membalas, “Harus berani. Kan sudah jadi praktisi reiki. Yang penting berusaha mengobati dulu, urusan sembuh atau tidak serahkan saja kepada Tuhan.”

Pulang dari workshop rasanya bersemangat. Seperti punya mainan baru. Memang para peserta workshop dianjurkan melatih reiki setiap hari selama 21 hari sebelum masuk ke tahap reiki yang lebih tinggi, alias membayar lagi sekitar Rp 800.000 untuk Level 2 dan Rp 1 juta lebih untuk Level 3. Itu harga yang berlaku pada waktu itu sekitar tahun 2005. Sekarang pasti sudah naik berlipat-lipat.

Beberapa minggu bermain reiki, saya mengalami gejala yang aneh. Bagian tubuh saya mulai bergerak sendiri, kalau dalam istilah bahasa Jawa keduten, di berbagai tempat. Kelopak mata, bibir, pipi, lengan tangan, perut, kaki, lutut, dll. Kata senior sih itu gejala normal ketika terjadi pembersihan kotoran atau energi negatif keluar dari tubuh. Oke lah, penjelasan yang cukup melegakan.

Setelah jalan beberapa minggu, saya masih merasakan gejala keduten yang sama. Terutama kalau tubuh terasa lelah sehabis menyupir mobil luar kota Semarang-Karanganyar atau Semarang-Rembang. Kebetulan waktu itu saya sering ke luar kota dalam rangka pekerjaan proyek kantor.

Dan hari-hari pun berlalu.

Cerita Reiki Perjuangan mulai muncul ketika saya menemukan buku di toko buku Gramedia berjudul Mistik Trisula Vedha Kundalini: Cara Mudah dan Praktis Membangkitkan Kundalini Anda. Buku itu ditulis oleh Suhandono, seorang tukang sapu di sebuah kantor polisi kota Jakarta. Dari buku itu saya menjadi mengerti kalau sifat energi adalah mengikuti pikiran. Apa yang kita pikirkan di situlah energi akan mengalir. Dan dari situ saya tidak heran ketika ada istilah pemrograman reiki, yaitu reiki yang bekerja sesuai keinginan kita. Jadi kita tinggal memprogram energi reiki untuk bekerja setiap jam 12 malam, atau ketika matahari terbit, atau ketika saya bangun tidur, atau sampai tahun 2020, dsb.

Oke, mulai saat itu lah saya berpetualang di dunia reiki dengan cara saya sendiri, dengan kreasi saya sendiri. Saya sudah melupakan cara-cara yang diajarkan di workshop supaya menggunakan telapak tangan ketika menyalurkan energi dan tetap tersenyum supaya energi mengalir deras. Karena di Reiki Perjuangan tidak ada batasan aturan dan gaya. It’s a free style reiki with one rule: energy flows to where thoughts go.

bersambung…

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Security Code * Time limit is exhausted. Please reload the CAPTCHA.