BALERINA

“Kalau sudah besar, Viva kepingin jadi apa, nak?”

“Mmm,,, jadi apa yaa.. mm. Pengin jadi balerina cantik, seperti mama.”

“Hahahaha,,,”

Satu sore saat Viva La Diva bercengkrama dengan sang mama, di ruang keluarga, sambil menunggu sang ayah pulang dari kantor. Ibunya, Lilly Sekar Wangi memang seorang balerina. Dahulu pada saat muda ia sangat terkenal di kampusnya, sebagai mahasiswa sastra yang paling cantik dan selalu menjadi juara pada kompetisi balerina antar kota. Tak jarang di masa mudanya ia pun sering show dalam pementasan teater balet dan selalu menjadi pemeran utamanya. Pantas saja, sang ayah Panji Prabowo kepencut oleh pesona sang Lilly si kembang kampus itu.

“Mama! Look at that, He’s coming, Ma. Horeeeeee!!!”

Viva sangat gembira dan antusias sekali  tatkala melihat Mercedes Benz ayahnya merapat di garasi rumahnya. Itu berarti personilnya sudah lengkap, untuk family time mereka.

Pada akhir pekan, biasanya Lilly sang mama selalu performance terbatas, selepas mereka dinner. Yea, di ruang keluarga itu yang menjadi satu-satunya arena balet Lilly semanjak ia menikah. Ditemani oleh kedua fansnya yang paling setia yakni suaminya Panji dan putri kecilnya Viva. Lilly menari balet dan mengekspresikan talentanya itu lengkap dengan atribut baletnya. Tak jarang, saat menari balet dirumahnya, Panji sang suami mengiringinya dengan musik piano yang ia mainkan sendiri. Sangat mempesona sekali. Benar – benar family time yang sangat manis. Saat ayahnya ikut berekspresi memainkan piano untuk sang mama, Viva menjadi satu-satunya penonton yang duduk manis, terkadang gadis berumur 3 tahun itu pun ikut menari balet menirukan gerakan sang mama.

Sabtu malam itu Panji memainkan Right Here Waiting nya Richard Marx, lalu Wonderful Tonight nya Eric Clapton lalu kemudian dilanjutkan dengan Instrument Piano Canon in D nya George Winston. Viva hanya dibuat terpesona oleh performance piano ayahnya dan tarian balet ibunya.  Lalu tiba-tiba keluar celetukan Viva.

“Ayah,  Aku mau lagu Kodok Ngorek…”

“Hahahaha,,,” Ayah dan Ibunya tertawa.

“Oke.. Ayah akan mainkan Kodok Ngorek untuk Viva.. mm Lalu apa lagi ya.. Potong Bebek Angsa ya..”

“Sini sayang, dancing with mama..” Ajak si Ibu.

Sabtu malam yang sangat lengkap di keluarga kecil itu, tanpa cacat kebahagiaan mereka. Semua tersenyum. Sambil menekan satu persatu tuts piano yang sudah ia kuasi, sorot mata Panji tak sedikitpun terlepas dari gerakan luwes tubuh isterinya. Yang sedang berliuk-liuk dengan gemulainya menyetarakan alunan musik piano yang dibawakannya. Viva pun tak mau kalah, si putri kecil yang masih imut itu berusaha menirukan gerakan-gerakan liukan balet sang Ibu.

Hingga pada suatu ketika Lilly sang Ibu mendadak sakit, karena terlalu lelah berkegiatan sosial. Sebagai isteri pengusaha, ia disibukkan oleh berbagai kegiatan sosial. Pernah satu hari ia disibukkan oleh beberapa kegiatan bakti sosial yang harus ia handle hingga menghabiskan harinya dari subuh  hingga malam hari.  Ia tidak merasa bahwa tubuhnya terlalu letih. Malam itu, sepulang dari kegiatan bakti sosial, Ia terjatuh saat sudah sampai di ruang keluarga rumahnya, ruang dimana ia selalu menghabiskan akhir pekan bersama suami dan putri tercintanya untuk mengekspresikan balet kesukaannya. Seketika itu Lilly tak sadarkan diri. Suaminya memebawanya ke rumah sakit terdekat, namun ia sudah tidak sadarkan diri. Dan akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya.

Tidak ada kata-kata yang bisa mengungkapkan kesedihan Panji. Ia begitu dalam kehilangan wanita yang sangat ia cintai. Begitupun Viva, gadis kecil itu hanya bisa memeluk Ayahnya dan mengusap pipi sang Ayah yang basah karena air mata, saat melihat Ibunya untuk terakhir kalinya.

“mengapa kamu begitu cepat meninggalkan aku, sayang,,, bahkan aku sendiri tak faham  apa yang terjadi denganmu,,, belum cukup rasanya aku membahagiakanmu..”. Ucap Panji di dalam bathinnya.

“Aku sayang kamu, Mama… kamu akan selalu ada di dalam hatiku.. Kamu adalah idolaku.. balerina kesayanganku..” Viva terlihat sedikit lebih tegar dibanding sang ayah, gadis kecil itu tampak tenang seperti belum faham benar. Ia memeluk erat  ayahnya yang tanpa orang tau, ia telah menitikkan air mata.

Kini rumah megah di hunian elite itu nampak sepi. Hening, semenjak ditinggal pergi selamanya oleh si Ratu rumah. Viva sehari-hari hanya ditemani oleh Bibik, baby sitter, dan terkadang ada saudara dari ayah atau ibunya yang ikut menemaninya. Sang ayah sibuk dengan pekerjaannya yang seorang pengusaha.  Kini tidak ada lagi malam-malam akhir pekan yang penuh dengan alunan musik piano, ballet dance, dan senyuman riang gembira. Terutama Panji, masih sangat terpukul atas kepergian Lilly.

Karena kangen sekali dengan sang Mama, Viva diam-diam bermain di kamar Ayah. Siang itu, ketika ayah di kantor. Lalu ia bermain-main di meja rias mama. Tempat dimana dahulu ia sering menemani mamanya saat berdandan, bermain-main dengan aksesoris mama, mencoba-coba kalung mutiara mama, gelang, memoleskan lipstik, bermain blush on, menyemprotkan parfum mama..

“mmm parfumnya harum sekali… Aku kangen sama bau nya mama…”  kata Viva yang sedang mencium bau parfum aroma bunga lily. Yea, seperti nama Ibunya Lilly Sekar Wangi.

Lalu Viva membuka laci meja rias, dan ia menemukan sebuah kado. Dasar anak selalu ingin tahu, Lalu ia langsung membukanya,

“Ahhhhhhh,,,ini rok tutu, ada sepatu balet juga… pasti ini untukku. Horeeeee.. aku menemukan sepatu balet dan rok tutu” Kata Viva

Ketika malam tiba, ia melaporkan ke Ayahnya, “Ayah, tadi siang, Viva menemukan bungkusan isi rok balet dan sepatu balet, ini ada surat, bacanya apa, Ayah?”

Tulisan di dalam kotak kado itu berbunyi:

“Happy birthday my little girl Viva La Diva
Mom is very lucky to have you
Be my little ballerina”

“Ini dari mama Viva.., dulu sebetulnya mama sudah menyiapkan kado untuk ulangtahunmu.”

“Waw.. Viva ulang tahun ya? Kalau kado dari ayah apa??”

“Iya sayang,.. Ulang tahunnya sebenarnya sudah lewat seminggu yang lalu,.. Maafkan Ayah ya, sampai lupa kalau Viva minggu lalu ulang tahun.”

“Papa ngado Viva main piano lagi ya,.. ya.. kodok ngorek.. Viva ingin menari balet seperti mama, mau pakai baju dari mama ini, Ayah… ya? Ayokk ayah..”

“mmmmm… demi anak Ayah, Oke deh… yukkk.. lets dancing!!”

Akhirnya sore itu sepulang ayahnya dari kantor, Viva langsung diberi kado ulang tahun dadakan oleh Ayahnya. sebuahinstrumen piano lagu-lagu riang anak-anak yang dimainkan oleh ayahnya. Yang kemudian lagu terakhir adalah lagu Happy Birtday to Viva. Viva dengan riangnya menari-nari dengan rok tutu dan sepatu balet baru kado terakhir dari mamanya.

“Lilly, aku merindukanmu,,, andai saja kamu masih ada disini,.. andai masih ada waktu untuk kita tersenyum riang disini…”. bathin Panji

Lalu, di akhir permainan pianonya, Panji kembali memainkan Right Here Waiting.. ia seperti tidak kuasa memendam rasa rindu kepada istrinya Lilly.

“Ayah, sudah malam, ayo Ayah mandi dan makan dulu yaa… Kalau Viva tadi sore sudah disuapin Bibik kok. Viva ke kamar dulu nonton tivi ditemani Bibik, ya Ayah.. Kiss buat Ayah”. Bocah kecil itu seperti faham apa yang sedang dirasakan oleh ayahnya. Ia sendiri pun merasa rindu dan teringat oleh Mama nya.

Waktu berlalu dari tahun ke tahun..

Viva kecil sekarang sudah tumbuh menjadi gadis remaja. Saat ini ia sudah berumur 17 tahun. Seperti yang ia cita-citakan sewaktu kecil dahulu, ia sangat ingin menjadi balerina.  Masa remaja ia habiskan dengan belajar dan belajar.  Selain disibukkan oleh berbagai kegiatan sekolah, ia giat berlatih balet baik melalui privat class maupun otodidak tanpa sepengetahuan ayahnya yang super sibuk dengan urusan bisnisnya. Semua atribut balet peninggalan ibunya, ia kumpulkan dan dia simpan tanpa sepengetahuan sang ayah.

“Ayah, ini ada undangan Graduation Party, aku ikut perform lho, Viva mohon ayah sempetin hadir ya… Kalau tidak Ayah, siapa lagi..Viva kan sudah tidak punya Mama.. Jadi Ayah, kali ini  jangan absen yaaa..?”

“Ok, sayang.. Ayah akan hadir di acara graduation party sekolah kamu. Wahhh waktu berjalan begitu cepat.. Anak ayah ternyata udah gadis yaa.. udah lulus sekolah.  Sebentar lagi, ayah akan semakin kesepian, kalau kamu sudah punya pacar.. lalu kemudian menikah..“

“Mengapa Ayah tidak terfikir untuk menikah lagi? Sudah 13tahun berlalu.. mengapa Ayah masih setia pada Mama, walau Mama sudah meninggal?”

“Karena tidak mudah melupakan segala kenangan manis bersama Mama mu, nak.. Kenangan bersamanya selalu hidup dihati Ayah. Ibumu terlalu sempurna”

Lalu pada saat hari Graduation Party itu, semua siswa hadir bersama kedua orangtuanya. Sedangkan Panji, ayah Viva duduk di bangku orangtua hanya dengan seorang diri tanpa pendamping.

“Hadirin yang terhormat, Bapak/Ibu Orangtua/Wali murid, Kita saksikan The White Swan, balet klasik Penampilan Tunggal  yang dibawakan oleh ananda Viva La Diva”   

Semua orang yang hadir pada malam pesta kelulusan itu bertepuk tangan mengawali single perform Viva. Lalu suasana menjadi hening dan khidmat. Semua menikmati alunan musik klasik yang mengiringi Viva menari-nari di atas panggung. Lampu sorot berlari-lari mengikuti gerakan Viva yang melenggang lembut ke kanan dan ke kiri. Semua takjub dengan gemulai jemari dan lenturnya tubuh balerina remaja itu. Mereka  terkagum-kagum pada saat Viva meloncat – loncat dengan kaki yang jenjang dan jemari kaki yang kuat menopang tubuhnya. Begitu luwes dan molek balet yang Viva bawakan. Mimik mukanya pun sangat menghayati perannya sebagai angsa putih yang kesepian dan akhirnya menemukan kebahagiaan. Viva memakai baju balet sang Mama, baju balet yang membuatnya semakin bersahaja sebagai seorang balerina dan terilahat semakin molek.

Diujung bangku nomer 2 dari belakang, di Auditorium sekolah Viva, Ayahnya hanya memandanginya, pikirannya menerawang jauh.

“Lilly, anakmu sudah gadis.. Aku teringat kembali padamu, saat pertama kali kita bertemu disaat kamu mengikuti kompetisi balerina. Aku sangat mengagumimu. Begitu dalam perasaan ini.. Hingga 13 tahun berlalu, belum juga ku rela menempatkan orang lain diposisimu…”        

“Viva, Ternyata kamu tumbuh menjadi balerina sejati, walau tanpa dampingan Mama disisimu.. Ayah tidak pernah mengetahui sejauh mana kamu berlatih balet. Maafkan Ayah.Kamu hebat.. Mahir sekali. Ayah bangga padamu, nak..”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Security Code * Time limit is exhausted. Please reload the CAPTCHA.