Siang itu Centini sedang leyeh-leyeh di atas sofa merah sambil bercumbu diam-diam bersama suaminya Panji. Sambil memandangi anak-anak mereka yang masing-masing sedang asik bermain-main gadget di karpet di depan sofa. Hari minggu mereka habiskan untuk bercengkerama bersama keluarga. Quality time, istilah keluarga mereka.
“Anak-anak ngga kerasa sudah besar ya Bune.. nomer satu hampir lima tahun, nomer dua mau tiga tahun, nomer tiga mau satu tahun”
“ Oh lha iya, wong dikasih makan terus.. tapi aku capek lho Pa’ne.. saben hari dari subuh sampai malam mereka tidur yang ngurusi aku sendiri, ngga pake asisten lho Pa’ne. Sejak kawin dan punya anak aku ini jadi ngga punya me-time, lho pa’ne.”
“Lha kan yang penting bahagia, disyukuri to, Bune.. masih untung diparingi rejeki anak dan bisa melihat langsung tumbuh kembang mereka, ngga kelewatan sedikitpun. Tiap hari bisa disambi online dan belanja di facebook. Seneng toh,, iyo ora.. ”
“Ehehehe,, yo bener sih Pa’ne”
“Tapi aku takut ngga eksis lagi Pa’ne. Aku ini kan lulusan strata 2. Master Manajemen Keuangan lho Pa’ne. Mosok ya aku sampai anak-anak besar gak ngantor lagi? Aku pokoknya harus bisa memepertahankan eksistensiku Pa’ne. Jadi wanita karir lagi.”
“Lha yo dibilang masih untung Bune. Hidup di Jakarta ini, anak-anak harus ekstra hati-hati. Anak-anak kita terutama. Yang penting mereka sehat, tumbuh kembangnya ngga kurang perhatian orangtuanya. Jadi masa kecil mereka bahagia. Lha justru itu, sementara ini strata dua mu kepakai, untuk memanaj anak-anak dan ngatur keuangan keluarga kita. Coba, kalau Bune pulang kantor malam, anak-anak sudah pada tidur? Sedih kan,,,, mereka nanti malah lebih sayang ke pembantu daripada ke Bune. Aku malah ngiri sama Bune, Senin sampai Jumat kok nda pernah lihat anak-anak bangun pagi sampai mereka tidur lagi. Ditinggal kerja kok tau-tau sudah pada gede. Nangis rasane…”
Panji dan Centini tinggal di Jakarta, kota yang tidak pernah tidur dengan kesibukannya. Saking sibuknya apa-apa menjadi serba tinggi. Tinggi biaya hidupnya, Tinggi Kepadatan penduduknya, tinggi tingkat kriminalnya, tinggi tingkat kemacetan jalan rayanya, dan tinggi polusi udaranya. Dan dilalah yang paling berpengaruh setiap harinya pada keluarga Panji dan Centini, yaitu kemacetan. Karena kemacetanlah yang menyita banyak waktu suami Centini untuk meuju ke kantor dan pulang dari kantor.
“Kita mau kemana weekend ini Pa’ne?”
“Walaaa.. yoo di rumah saja to Bu’ne…, tau sendiri kan jalanan jakarta kayak apa?!”
“Walaaa…sehari-hari ngurusi rumah, sebenarnya ya bosen to, Pa’ne… Tapi ya mau gimana lagi…, daripada setres di jalanan kena macet.”
“Kasian orang – orang jakarta ya Pa’ne, setiap weekend mau lepas stres ke mall yanga da malah kena setres, karena macet.”
Sambil saling memijat dan menonton televisi, mereka melanjutkan perbincangan diskusi mereka.
“ Iya Pa’ne. Mobil, motor di Jakarta itu kok kian hari kok kian menjijikkan jumlahnya. Pusing aku memikirkan kemacetan jalan. Yang paling jengkel Pa’ne yang harusnya jam 8 sampai rumah, mosok ya harus tambah dua jam lagi… Saben hari berangkat subuh.. anak-anak belum pada melek. Sedih aku…”
“ makanya Bune, demi uang belanja dan biar dapurmu tetep ngepul.. ”
“Kenapa ya Pa’ne, pemerintah jakarta sampai sekarang belum bisa kasih solusi kemacetan jalan raya.”
“ya, karena kebanyakan urusan masing-masing.”
“menurutku ya Pa’ne, harusnya ada menteri khusus kemacetan jalan raya. Sepele, tapi penting. Cocok kondisinya dengan masalah yang setiap hari harus dihadapi masayarakat jakarta. Katanya ada pepatah yang bilang, Time is Money. Kalau Time nya mubadzir di jalan, ya uangnya menguap juga di jalanan. Bensin pun jadi boros karena macet.. ”
“Kan sudah ada menteri perhubungan, Bune?”
“Tapi kan kurang spesifik, Pa’ne. Kayak ngga ada perkembangan yang signifikan tiap harinya. Yang dirasakan masyarakat jakarta malah tambah setres. Harus ada peraturan-peraturan khusus yang membatasi jumlah mobil motor yang beredar di Jakarta. Biar jumlahnya seimbang dengan daya muat badan jalan. Mosok ya, sampai ngga gerak blas, jalan tol kok macet???! Piye jal?”
“ Untungnya, kita pakai mobil waktu weekend aja ya..waktu buat jalan-jalan keluarga. Lumayan kan, ikut menghemat penggunaan BBM yang menguap mubadzir. Dan mengurangi polusi udara.”
“yea,, untung juga aku kalau ngantar anak-anak sekolah juga pakai sepeda, bikin sehat dan ikut menghemat pengeluaran budget BBM. Jadi gimana dong, Pa’ne?”
“Apanya???!!!”
“Macetnya, dongggg….! Kepiye solusinya???! Sedihhh… ketemu suami kok tinggal tidur tok.. ”
“Lha emangnya aku menteri urusan kemacetan jalan raya, Bune? Yawislah biarin aja Bune, mau jalanan macet, yang penting kan uang belanja ngga pernah macet.”
“Bbhhhh,,,… ccabee deh Pa’ne.. besok sudah senin lagi.. Malesss… dan bikin aras-arasen.”
Centini dan Panji kembali saling bercengkerama di atas sofa, sambil melihat anak-anak mereka yang sedang asik bermain di karpet depan televisi.
cerpen by Kendedes