Sudah berulang kali saya mengunjungi pameran komputer, tetapi gema di dalamnya jauh lebih nyaring pada trik penjualan barang, pembagian brosur, sampai mencari pembeli pemula. Sedangkan misi “Computer Educative” hanya mendapat porsi alakadarnya. Ini pun bersifat “tunggu bola”, menantikan problem kesulitan pengunjung. Ya maklumlah, kebanyakan penjaga standnya tidak berlatar belakang teknis. Boleh jadi prioritas utamanya, barang terjual sebanyak mungkin.
Padahal ruang lingkup pelayanan pada pameran komputer sangat luas. Mencakup kemampuan meyakinkan pengunjung akan kemampuan teknis para personalianya melalui demo fisik dan bahasa presentasi. Hendaknya persamaan berbagai jenis produk fisik antar stand mendorong para peserta membuat improvisasi servis unggulan. Ajukanlah kalimat semacam, “Anda sudah beli komputer?”, “Kalau sudah, problem tutorial apa yang anda butuhkan?”, dan seterusnya. Tidak harus semua jenis, karena jelas merepotkan. Pilihlah yang kira-kira menempati papan atas, baik software aplikasi maupun seting default komputer. Okelah jawabannya belum tersedia atau tidak tuntas. Kan bisa dijanjikan pada kesempatan lain.
Bila brosur yang pembuatannya menghabiskan dana tidak sedikit itu disebarkan tanpa dipungut biaya, termasuk yang berwarna lengkap, apa salahnya hal serupa berlaku pula untuk layanan pencerdasan tersebut. Malah yang terakhir ini cukup dilakukan secara lisan. Berarti dalam pameran komputer telah terjadi persaingan apresiasi ilmu tepat guna, merespon problematika masyarakat seputar komputer. Kalau saja dikemas secara baik, pendekatan edukatif, serta berorientasi jangka panjang, yakinlah, ujung-ujungnya akan menaikkan citra perusahaan juga, yang kemudian mempengaruhi omset penjualan dan posisi tawar.
Masyarakat komputer mempunyai karakteristik harapan tersendiri. Mereka menginginkan kontiniutas operasional, plus dinamika wawasan intelektual dan ketrampilan sebagai dampak yang ditimbulkannya. Jadi berbeda dengan para pengguna produk elektronik seperti radio, televisi, dan setrika yang cenderung tidak bersifat interaktif. Taruhlah seseorang memperoleh trik gratis pengolahan kata, pengaturan berkas, atau pengkonversian ekstensi melalui seorang programer di salah satu stand. Lalu saat diaplikasikan, ia terkejut gembira, karena bisa menghemat waktu sampai 80 persen untuk porsi pekerjaan yang sama.
Yakinlah, stigma citra yang diberikan kepada perusahaan yang bersangkutan akan lain. Bisa-bisa untuk pembelian produk lainnya akan melirik ke sana. Saya berani berkata begini karena pernah mengalaminya sebagai konsumen, sehingga memperoleh keuntungan berupa percepatan produktivitas yang signifikan dalam berkarya, tanpa mengeluarkan biaya tambahan, hanya memanfaatkan program tambahan yang sudah tersedia. Selanjutnya, akibat komunikasi yang berlanjut sejak itu, saya memperpecayakan pembelian komputer yang ketiga kepadanya, tanpa merasa dikadalin sedikit pun.
Nah, momentum itulah yang harus dimasukkan juga sebagai entri peluang. Bisnis komputer harus komprehensif, memanfaatkan setiap celah problematika yang terkait dengannya. Di samping akan bernilai tambah ekonomis, hal tersebut secara tidak langsung ikut serta dalam gerakan mencerdaskan bangsa.
Tidak cukup sekedar mengandalkan prosedur normatif : mengantar barang ke tempat konsumen, bertanggung jawab, dan memberi garansi hingga jatuh tempo. Ini hanya akan meneruskan jeratan persaingan ketat. Perlu berhitung mencari keuntungan sampingan melalui pemberian servis tampil beda (spesifik). Sarananya pun memang tersedia.
Harus kita akui bahwa komputer semakin aplikatif. Terlebih di kota-kota yang apresiasi telekomunikasinya sangat kuat. Berarti meningkatkan kecepatan interaksi komunikasi dan memperbanyak ragam akses informasi, termasuk seputar fluktuasi harga unit komputer beserta elemen-elemen pendukungnya. Konsekuensi logisnya ya apalagi kalau bukan mempersempit kesenjangan intelektual pembeli-penjual. Gilirannya akan mempersempit ruang gerak penjual untuk mengakali pembeli. Malah kini muncul paradigma baru : “penjual komputer tidak otomatis lebih tahu soal bisnis komputer ketimbang konsumen komputer”. (Nasrullah Idris/Bidang Studi : Reformasi Sains Matematika Teknologi)