Awas, Narsis!

Narsis.

Anda pasti sudah sering mendengar istilah itu. Kata-kata “narsis” tiba-tiba menjadi naik daun semenjak beberapa tahun terakhir, seiring dengan berkembang pesatnya jejaring sosial masa kini yang banyak mengapresiasi gambar dan foto-foto orang yang sedang bergaya di depan kamera demi kepuasan untuk mendapatkan banyak pujian yang terkadang sudah melenceng tidak sesuai dengan keadaan sesungguhnya.

Narsisisme (dari  bahasa Inggris), narsisme (dari bahasa Belanda), Narsis atau yang dalam istilah ilmiahnya Narcissistic Personality Disorder (NPD) adalah penyakit mental dimana seseorang memiliki rasa percaya diri yang sangat tinggi (perasaan terhadap persepsi tentang diri sendiri yang terlalu berlebihan)  untuk kepentingan pribadinya dan juga rasa ingin dikagumi. Orang yang mengalami gejala ini disebut narsisis (narcissist). Istilah ini pertama kali digunakan dalam psikologi oleh Sigmund Freud dalam sebuah buku yang berjudul ‘Malignant Self Love-Narcissism Revisited’.

Kata Narsis sendiri berasal dari sebuah mitologi Yunani, tentang seorang pemuda tampan bernama Narsisus. Alkisah Narcissus, ia lebih tampan dari pria manapun di dunia ini sehingga banyak gadis memujanya, bahkan dia sendiri mencintai bayangan wajahnya. Tak urung dewi-dewi pun menyukainya termasuk salah seorang peri yang jatuh cinta padanya bernama Echos. Ia mengabaikan cinta Echos, karena ia lebih mengagumi ketampanannya dengan berkaca pada sebuah sungai. Narsisus jatuh cinta pada bayangannya sendiri hingga akhirnya tenggelam dan terkutuk menjadi bunga narsis (daffodil).
Dalam buku ‘The Narcissism Epidemic’, yang ditulis oleh psikolog Jean Twenge and W. Keith Campbell dan rekannya di San Diego State University bahwa narsisisme sangat banyak terjadi di kalangan mahasiswa dan anak muda, terutama para wanita.  Mereka sangat yakin bahwa dirinya lebih unggul dan lebih baik dibanding yang lainnya dan biasanya memiliki rasa penghargaan yang rendah terhadap orang lain. Namun di balik semua itu tersimpan pribadi yang lemah dan mudah hancur ketika dikritik.

Narsis termasuk salah satu dari tipe penyakit kepribadian. Seseorang yang terkena penyakit narsis biasanya diiringi juga dengan pribadi yang emosional, lebih banyak berpura-pura, antisosial dan terlalu mendramatisir sesuatu. Penderita yang benar-benar dikategorikan narsis sebenarnya hanya sedikit, yaitu sekitar 1 persen saja. Sisanya mungkin sudah menunjukkan gejala yang sama tapi belum bisa dikategorikan sebagai penyakit narsis. Untuk dapat sembuh dari penyakit narsis, seseorang harus datang terapi ke psikiater

Nah, apakah Anda seorang yang Percaya Diri atau Narsis?

Berikut saya sharing di sini beberapa ciri-ciri orang narsis dikutip dari “Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders serta American Psychiatric Association:

  1. Mementingkan diri sendiri, melebih-lebihkan prestasi dan bakat yang dimiliki, berharap dikenal sebagai orang unggul tanpa ada hasil atau pencapaian tertentu.
  2. Terlalu bangga dengan fantasinya dan memiliki tujuan yang tidak realistik tentang keberhasilan yang tiada batas, kekuatan, kepintaran, kecantikan atau kisah cinta yang ideal.
  3. Percaya bahwa dirinya sangat spesial dan hanya bisa bergabung atau bergaul dengan orang-orang yang juga memiliki status tinggi.
  4. Memerlukan pujian yang berlebih ketika melakukan sesuatu
  5. Tidak memiliki perasaan empati terhadap sesama
  6. Selalu merasa iri hati dengan keberhasilan orang lain dan percaya bahwa orang lain juga iri padanya
  7. Berkepribadian lemah, mudah terluka, dan emosional
  8. Memiliki keinginan untuk diberi julukan tertentu
  9. Bersikap egois dan selalu mengambil keuntungan dari setiap kesempatan untuk mendapatkan apa yang diinginkannya
  10. Menunjukkan sifat arogan dan merendahkan orang lain

Ada berbagai faktor yang dapat menyebabkan seseorang cenderung menjadi narsis. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah faktor instrinsik (bawaan lahir) dan dan faktor eksternal yang berasal dari lingkungan. Terkait dengan faktor eksternal, narsis biasanya timbul akibat adanya pengakuan kagum yang berulang kali dari orang lain terhadap seseorang (ini termasuk di dalamnya paparan jejaring sosial masa kini) yang pada akhirnya menimbulkan kepuasan terhadap penderita yang pada dasarnya melenceng dari keadaan yang sebenarnya.

Sebenarnya, sifat narsisisme ada dalam setiap manusia sejak lahir, bahkan Andrew Morrison berpendapat bahwa dimilikinya sifat narsisisme dalam jumlah yang cukup / normal akan membuat seseorang memiliki persepsi yang seimbang antara kebutuhannya dalam hubungannya dengan orang lain (membuat rasa percaya diri). Namun apabila jumlahnya berlebihan, dapat menjadi suatu kelainan kepribadian yang bersifat patologis.

Orang yang benar-benar Percaya Diri (pede) tidak perlu memamerkan semua kelebihannya. Dia tahu kualitas dirinya dan tidak bergantung kepada pujian orang lain / tidak membutuhkan pujian dan penilaian kagum dari orang lain agar merasa nyaman.

Sebaliknya, orang narsis justru butuh pengakuan orang lain demi menggenjot rasa PDnya. Inilah rahasia terbesar orang narsis. Jauh dalam hati mereka, tersimpan sebuah jiwa yang sangat rapuh dan mereka menutupinya dengan menekankan betapa hebatnya mereka yang terbukti dari banyaknya pujian dari orang lain.
Nah kalau begini, sudah mirip sekali dengan cerita Ibu tiri Snow White yang selalu bertanya pada kaca ajaibnya ya, “…Mirror mirror on the wall! Who’s the most beautiful in the world?”

 

source: mix healthy journal

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Security Code * Time limit is exhausted. Please reload the CAPTCHA.