Di bawah pohon mangga rimbun, ada bebatuan besar yang di bawahnya hidup koloni semut hitam. Ratusan semut dengan ratunya. Mereka hidup sangat rukun. Kemanapun mereka pergi, selalu berbaris rapi bak barisan tentara.
Anty, si ratu semut itu. Dia sangat tegas memimpin anak buahnya, memberi perintah kepada koloninya. Kegiatan mereka setiap harinya hanya bekerja dengan giat mencari makan dan membangun rumah sarang mereka. Anty memerintahkan anak buahnya untuk menggali tanah di bawah bebatuan untuk berteduh di musim panas dan bersembunyi di musim hujan.
Anty sangat adil terhadap anak buahnya, terutama tentang makanan. Suatu hari mereka bergotong royong mengangkut sisa-sisa pecahan buah mangga harum manis yang jatuh ke tanah karena busuk sudah terlalu matang tidak dipetik oleh manusia si pemilik pohon mangga itu. Mungkin mangga yang terjatuh itu letaknya terlalu tinggi dan tidak nampak, sehingga menjadi busuk dan jatuh begitu saja ke tanah. Koloni semut Anty mengangkut remahan mangga itu, untuk dibawa ke dalam sarang mereka di bawah batu besar. Makanan yang terkumpul di sarang tidak untuk dimakan sendiri oleh Anty, namun juga untuk dibagi sama rata, untuk makan malam mereka.
Begitupun saat teman-teman Anty berjalan berpapasan, setiap berpapasan mereka berhenti sejenak untuk bertegur sapa dan bertukar informasi ke teman yang lain. “Di sana masih ada makanannya, di dekat gundukan tanah.”
Anty tidak pernah mengajarkan kepada koloninya untuk saling berebut makanan, saling menyakiti, apalagi untuk saling membunuh. Semua makanan dibagi sama rata. Oleh karenanya semua anak buahnya berukuran sama kecilnya. Kecuali dirinya, takdir sejak lahir lah yang menjadikannya sebagai ratu semut. Karena Anty berbeda dengan teman-temannya, dia memiliki kepala, karapas dan antena yang lebih besar daripada teman-temannya.
Karena ukuran kepalanya yang lebih besar dari teman-temannya, Anty memiliki penciuman yang lebih tajam daripada teman-temannya. Setiap Anty mencium ada bau makanan, dia segera menyiagakan pasukan koloninya berbaris, bergotong-royong menuju makanan itu untuk kemudian diangkut ke dalam sarangnya. “Teman-teman, di dekat pintu teras rumah ada potongan-potongan kue sisa dari anak-anak yang bermain tadi siang. Ayo semangat. Kita angkut kue itu untuk makan malam nanti!” Begitu Anty berinstruksi, dengan sigap teman-temannya berbaris mengangkut bersama-sama potongan kue itu.
Karena mempunyai antena lebih panjang dari teman-temannya, Anty lebih peka terhadap suara-suara. Pada suatu hari ada suara mesin pemotong rumput yang akan bekerja memotong rumput di kebun belakang dekat pohon mangga rindang itu. Suaranya bergemuruh “Bbrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrhhh…” Dengan cepat, Anty mengomando teman-temannya untuk pergi dari sarang itu sementara, sampai keadaan aman. “Teman-teman, ada mesin pemangkas rumput datang, ayo kita pindah sekarang. Kita cari tempat yang lebih aman dan nyaman. Kita cari bebatuan di tempat lain yang sama rindangnya. Agar kita tidak kepanasan dan tidak kedinginan karena hujan. Ayo jalan yang teratur dan percepat langkah kalian, agar kita semua tidak ada yang cidera terkena mesin itu.”
Begitulah semut kecil, kehidupannya rukun, adil dan damai. Walaupun sederhana, hidup mereka bahagia dalam kebersamaan dan gotong-royong.
Singapore, Januari 2012