Bahaya Makanan Berkemasan Stirofom

bahaya stirofoam untuk kemasan makanan
bahaya stirofoam untuk kemasan makanan
bahaya stirofoam untuk kemasan makanan

Bahan pengemas styrofoam atau polystyrene telah menjadi salah satu pilihan yang paling populer dalam bisnis pangan. Tetapi, riset terkini membuktikan bahwa styrofoam diragukan keamanannya. Styrofoam yang dibuat dari kopolimer styrene ini menjadi pilihan bisnis pangan karena mampu mencegah kebocoran dan tetap mempertahankan bentuknya saat dipegang. Selain itu, bahan tersebut juga mampu mempertahankan panas dan dingin tetapi tetap nyaman dipegang, mempertahankan kesegaran dan keutuhan bahan yang dikemas, biaya murah, lebih aman, serta ringan.

Prof. Dr. FG. Winarno mengemukakan, residu bahan pengemas baik dalam bentuk monomer, dimer, maupun trimer yang sering dicurigai mempunyai potensi bahaya terhadap kesehatan manusia, terutama dianggap sebagai karsinogenik, berdasarkan hasil penelitian belakangan ini semakin diyakini bahwa memang berpotensi demikian.

Dalam kaitan itu, Guru Besar Teknologi Pangan IPB (Institut Pertanian Bogor) yang mantan President Codex Alimentarius Commission dan kini menjadi Advisory Board World Food Regulation Review tersebut mengutip hasil penelitian ilmiah terkini mengenai bahayanya dimer dan timer styrofoam yang dilaporkan World Food Regulation Review. Untuk pertama kalinya Hiroshi Hattori (wakil dari Divisi Keamanan Pangan Pemerintah Jepang mengungkapkan bahaya residu styrofoam dalam makanan secara ilmiah bahwa styren dimer dan styren trimer terbukti dapat menyebabkan Endocrine Disruption.

“Endocrine Disruption Chemical (EDC) merupakan penyakit yang terjadi akibat adanya gangguan pada sistem endokrinologi dan reproduksi pada manusia, yang disebabkan oleh bahan kimia yang bersifat karsinogen dalam makanan,” kata Winarno dalam acara MBRIO Coffee Morning.

Winarno mengutip data Japan Convinience Food Association, mengatakan bahwa Jepang memproduksi 2.965 milyar mi instan dalam mangkuk styrofoam pada tahun 1999—lebih tinggi 6,8 persen dari tahun 1998. “Dari jumlah itu, lebih dari 86 juta mangkuk diekspor ke mancanegara. Sedangkan di Indonesia, pemanfaatan styrofoam meluas ke berbagai pemanfaatan dalam penyajian pangan, baik panas maupun dingin,” katanya.

Divisi Keamanan Pangan Pemerintah Jepang sudah menegaskan, residu styrofoam dalam makanan sangat berbahaya. Residu itu dapat menyebabkan endocrine disrupter (EDC), yaitu suatu penyakit yang terjadi akibat adanya gangguan pada sistem endokrinologi dan reproduksi manusia akibat bahan kimia karsinogen dalam makanan.

Bahkan, beberapa lembaga dunia seperti World Health Organization’s International Agency for Research on Cancer dan EPA (Enviromental Protection Agency) telah nyata-nyata mengkategorikan styrofoam sebagai bahan carsinogen.

Istilah Styrofoam sendiri merupakan merek dagang pabrik Dow Chemicals dari foamed polystyrene atau expandable polystyrene (EPS). Sayangnya masih sedikit orang yang paham tentang bahaya Styrofoam bila dijadikan pembungkus makanan. Dioctyl phthalate (DOP), yang menyimpan zat Benzena. Nah yang jadi masalah justru pada Benzena itu.

Bahaya Benzena

Benzena yang bukan bensin itu adalah zat yang berpeluang menjalar ke bahan makanan yang disimpan di dalam kotak styrofoam. Benzena berpeluang masuk usus manusia berbarengan dengan makanan yang ditelan. Kalau Benzena sudah masuk perut, dia tak mudah mengurai seperti layaknya makanan lain. Dia akan tetap bersemayam di dalam perut kita.

Dan apesnya, si Benzena juga tak bisa dikeluarkan dari tubuh lewat buang air kecil atau air besar. Juga tidak bisa dimuntahkan lewat mulut. Tentu terbayang apa yang akan terjadi berikutnya, kan? Ya, semakin lama Benzena itu akan terus menesur menjadi tumpukan di dalam tubuh, lalu bertemu dengan lemak dan menjadi satu.

Dalam keadaan seperti itu, Benzena dikenal reputasinya sebagai bahan yang dapat memicu timbulnya kanker pada tubuh manusia. Wah, serem juga ya. Sudah sedemikian bahaya si Styrofoam itu, tetapi ternyata daftar bahayanya masih belum habis.

Para ahli meneliti dan menemukan fakta bahwa Benzena di dalam tubuh manusia masuk ke sel-sel darah dan lama-lama merusak sumsum tulang belakang. Akibatnya produksi sel darah merah berkurang dan timbullah penyakit anemia.

Bahaya Benzena lainnya adalah bisa menimbulkan masalah pada kelenjar tyroid yang mengganggu sistem syaraf, sehingga bisa menyebabkan kelelahan, mempercepat detak jantung, sulit tidur, badan gemetaran, dan mudah gelisah.

Bahkan si Benzena ini seringkali membuat seseorang kehilang kesadaran hingga sampai kepada kematian. Benzena juga menyebabkan berkurangnya kekebalan manusia, sehingga gejalanya seseorang mudah sekali terkena infeksi. Cukup? Ternyata belum.

Para ahli juga menemukan bahwa pada jenis kelamin wanita, Benzena berakibat buruk terhadap siklus menstruasi dan mengancam kehamilan. Dan yang paling berbahaya, zat ini bisa menyebabkan kanker payudara dan kanker prostat. Bila terkena suhu tinggi, pigmen styrofoam akan bermigrasi ke makanan.

Bila makanan yang baru digoreng ditempatkan di kantong plastik, suhu minyak yang tinggi akan menghasilkan kolesterol atau lemak jenuh yang tinggi pula yang mudah larut dengan styrene, bahan dasar styrofoam.

Styren bersifat larut lemak dan alkohol. Karena itulah, styrofoam bukan tempat yang baik bagi susu berlemak tinggi. Ia juga bukan tempat yang baik bagi kopi yang dicampur krim. Padahal, kini banyak restoran cepat saji yang menyuguhkan kopi panas dalam wadah ini.

BPOM RI

Kalau Styrofoam sedemikian berbahaya buat kesehatan, lalu mengapa kita masih saja mendapatinya dijadikan pembungkus makanan? Salah satu alasannya mungkin karena ada faktor dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI, yang menyatakan pendapat agak berbeda.

Badan ini menyebutkan dalam siaran persnya bahwa sejauh ini tidak ada satu negarapun di dunia yang melarang penggunaan styrofoam atas dasar pertimbangan kesehatan. Kebijakan pelarangan di sejumlah negara berkaitan dengan masalah pencemaran lingkungan.

Menurut JECFA-FAO/WHO monomer stiren tidak mengakibatkan gangguan kesehatan jika residunya tidak melebihi 5000 ppm. Pada saat ini Badan POM RI telah melakukan sampling dan pengujian terhadap 17 jenis kemasan makanan styrofoam.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa semua kemasan tersebut memenuhi syarat (terlampir). Namun demikian, tetap saja BPOM RI menghimbau agar masyarakat berhati-hati dalam menggunakan bahan Styrofoam untuk kemasan pembungkus makanan.

Misalnya, Badan ini menghimbau agar jangan menggunakan kemasan styrofoam dalam microwave. Juga agar jangan menggunakan kemasan styrofoam yang rusak atau berubah bentuk untuk mewadahi makanan berminyak/berlemak apalagi dalam keadaan panas.

Di Amerika Sudah Tidak Dipakai

Beberapa informasi menyebutkan bahwa di Amerika sendiri sejak tahun 1990, semua negara bagiannya sudah melarang pemakaian kemasan makanan dari styrofoam ini. Berbagai restoran seperti Wendy””s, Burger King dan lain-lain juga mulai berhenti memakai styrofoam ini.

Nah, bagaimana dengan Anda? Mencegah Lebih Baik daripada Mengobati. Yuk, ingat sehat dan pandai-pandai memilih kemasan makanan yang akan kita konsumsi.[e_SdS]

source: Berbagai sumber info kesehatan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Security Code * Time limit is exhausted. Please reload the CAPTCHA.