Lidah memang lunak dan tak bertulang, namun perkataan yang tajam dapat melukai orang lain. Mungkin itulah istilah tepat untuk menggambarkan bagaimana perasaan orang-orang yang pernah merasakan bullying, suatu kasus yang seringkali tidak terhindarkan terutama di sekolah. Bullying adalah penggunaan kekuasaan atau kekuatan untuk menyakiti seseorang atau sekelompok, menindas dan membuat perasaan orang lain tidak nyaman dan terancam.
Bullying seringkali terlihat sebagai bentuk-bentuk perilaku berupa pemaksaan atau usaha menyakiti orang lain secara fisik maupun psikologis yang nampak lebih ‘lemah’ oleh seseorang atau sekelompok orang yang mempersepsikan dirinya lebih ‘kuat’. Perbuatan pemaksaan atau menyakiti ini kerap terjadi di dalam sebuah kelompok misalnya kelompok siswa satu sekolah.
Tindakan bullying biasanya sering diarahkan berulang kali terhadap korban, bisa saja atas dasar ras, agama, gender, seksualitas, atau kemampuan. Sebenarnya bullying tidak hanya meliputi kekerasan fisik, seperti memukul, menjambak, menampar, memalak dan sebagainya, tetapi juga dapat berbentuk kekerasan verbal, seperti memaki, mengejek, memfitnah dan berbentuk kekerasan psikologis seperti mengintimidasi, mengucilkan, mendiskriminasikan.
Bullying yang terjadi di sekolah memiliki dampak yang sangat serius, baik itu dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dampak jangka pendek yang ditimbulkan adalah berupa perasaan tidak aman, takut pergi ke sekolah, merasa terisolasi, memiliki harga diri yang rendah. Hal yang paling mengerikan adalah dampak jangka panjang yaitu, korban akan merasa stress yang berakibat pada tindakan bunuh diri, menderita gangguan perilaku dan emosional. Mereka akan merasa tertekan dan trauma sehingga mempersepsikan dirinya selalu sebagai pihak yang lemah, yang tidak berdaya.
Semua orang bisa menjadi korban atau bahkan menjadi pelaku bullying. Maka sangat diperlukan kebijakan yang menyeluruh yang melibatkan seluruh komponen sekolah mulai dari guru, siswa, kepala sekolah sampai orang tua murid, untuk dapat menyadarkan seluruh komponen sekolah tersebut tentang bahaya terselubung dari perilaku bullying ini.
Usahakan dari sedini mungkin untuk anak-anak memperoleh lingkungan yang tepat. Keluarga semestinya dapat menjadi tempat yang nyaman untuk anak mengungkapkan pengalaman dan perasaannya. Orang tua hendaknya mengevaluasi pola interaksi yang dimiliki selama ini dan menjadi model yang tepat dalam berinteraksi dengan orang lain. Ajari anak untuk bersikap self defense dalam arti menghindari diri dari korban atau pelaku kekerasan. Katakan kepadanya, “Kalau kamu selalu diganggu atau pernah dipukul oleh temanmu, kamu harus memberitahukan kepada Bapak/Ibu guru.” Bukan malah mengajarkan perilaku membalas atau menggunakan kekuatan dalam mempertahankan diri. Beri kesempatan agar anak mau mengomunikasikan secara terbuka kepada orangtua, guru, atau orang dewasa lain yang mereka percaya dapat membantu mereka.
Biar bagaimanapun mereka adalah asset bangsa yang pasti memiliki kelebihan-kelebihan lain. Jangan biarkan anak-anak ini tumbuh menjadi anak yang merasa tidak memiliki harapan dalam hidupnya atau bahkan menjadi pelaku kriminal. Sekolah harusnya dapat menjadi tempat yang paling aman bagi anak serta guru untuk belajar dan mengajar serta menjadikan anak didik yang mandiri, berilmu, berprestasi dan berakhlak mulia.
Artikel oleh Febriana