Revolusi Mental Atlet Olahraga

Siapa yang tak kenal perempuan berkulit coklat, petenis Indonesia yang sering mengharumkan nama Indonesia di kancah Internasional. Ya, dia adalah Sri Rahayu Basuki atau lebih dikenal dengan nama Yayuk Basuki (lahir di Yogyakarta, 30 November 1970; umur 43 tahun) adalah mantan pemain tenis dari Indonesia dan dunia yang terkenal pada era tahun 1990-an. Mantan petenis Indonesia ini memutuskan untuk gantung raket pada tahun 2013 lalu. Setelah pensiun Yayuk tetap berkiprah di dunia tenis, selain menjadi pelatih ia pun mendirikian Yayuk Basuki Tennis Academy. “Dua puluh tahun saya mengabdi kepada negara ini melalui tenis.” Kata dia. “Sekarang saya memasuki fase pengabdian yang baru.”

yayuk basuki

Yayuk kini menjadi anggota DPR RI, dia ditugaskan menjadi anggota komisi Olahraga dan Pendidikan. Misinya terjun ke dunia politik adalah untuk memperjuangan hak-hak para mantan atlet yang berprestasi yang memang pada sistem ini pemerintah kurang menghargai. Saat seorang atlet masih produktif dan prestasinya cemerlang pemerintah sangat peduli dengan mereka tetapi saat atlet-atlet sudah tidak produktif lagi dan sudah pensiun pemerintah tidak memberikan jaminan hari tua. Masih banyak mantan-mantan atlet yang berprestasi di masa mudanya ketika memasuki masa tua mereka tidak ada peganggan hidup, banyak sekali yang terlantar. Ini yang mengkhawatirkan dari negara ini.

Banyak orang tua yang memang kurang mendukung jika anaknya bercita-cita atau bermimpi untuk menjadi seorang atlet karena hidupnya tidak terjamin. Maka dari itu misi Yayuk Basuki untuk terjun ke dunia politik adalah untuk membuat adanya sistem penghargaan berupa rencana pensiun untuk mantan atlet yang berprestasi. Dengan adanya jaminan ini Yayuk berharap para orang tua tidak lagi khawatir ketika anaknya memutuskan untuk menjadi seorang atlet karena kesejahteraannya akan terjamin. Selain soal jaminan hari tua atlet, Yayuk juga peduli terhadap pelajaran olahraga di sekolah.

Banyak siswa-siswi sekolah yang tidak peduli dengan pelajaran olahraga, saat jam olahraga rata-rata anak-anak berada di ujung dan bermain dengan smartphone mereka. Itu karena sekarang kurikulum 2013/2014 pendidikan olahraga digeser menjadi ekstrakulikuler. “Dulu olahraga kita bisa maju karena olahraga termasuk dalam kurikulum.”katanya.” Bukan berati kita mewajibkan anak kita untuk menjadi atlet tapi setidaknya mereka mempunyai dasar-dasar olahraga.” Sesuai dengan slogan presiden kita sekarang yaitu revolusi mental dan jawaban dari revolusi mental adalah kembali memasukan olahraga ke dalam kurikulum. Ini juga bicara soal tujuan jangka panjang untuk membangun prestasi olahraga di Indonesia dan harus dimulai dari akar rumput.

 

Artikel oleh Annisa Nurachmi Castriana

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Security Code * Time limit is exhausted. Please reload the CAPTCHA.