Suatu hari seorang ayah dari keluarga sangat kaya raya membawa anak lelakinya ke desa untuk menunjukkan kepadanya kehidupan orang-orang miskin di desa yang belum pernah dilihat oleh anak lelakinya itu. Mereka tinggal beberapa hari di rumah seorang petani miskin dan merasakan hidup penuh kesederhanaan di desa.
Sekembalinya dari desa, sang ayah bertanya kepada anaknya, ”Bagaimana menurutmu perjalanan kita ini?”
“Hebat, Ayah,” kata anaknya.
“Apakah kau melihat bagaimana orang-orang miskin itu hidup?”
“Ya.” Jawab si bocah
“Lalu, pelajaran apa yang dapat kau ambil dari perjalanan itu?” tanya ayahnya dengan bangga.
“Aku baru sadar, bahwa kita punya dua anjing sedang mereka punya empat. Kita punya kolam renang luasnya sampai setengah kebun, sedang mereka punya sungai yang tak memiliki ujung. Kita mengimpor lentera untuk kebun kita, mereka punya bintang-bintang di malam hari. Teras kita luas sampai halaman depan, sedang mereka seluruh horizon. Kita punya tanah tempat tinggal kecil, mereka punya halaman sejauh mata memandang. Kita punya pembantu-pembantu yang melayani kita, sedang mereka memberikan pelayanan kepada orang lain dan saling membantu tanpa harus meminta imbalan. Kita membeli makanan kita, mereka memetik sendiri makanan mereka. Kita memiliki pagar mengelilingi dan melindungi kekayaan kita, mereka punya teman yang melindungi mereka.”
Sampai di sini, sang ayah tak bisa berkata apa-apa. Kemudian anaknya menambahkan,” Ayah, terima kasih, engkau telah menunjukkan betapa miskinnya kita.”
****
Pesan Moral :
Kadang kita sering kali lupa kurang bersyukur atas pemberianNya, hanya memusatkan perhatian hanya pada apa-apa yang kita miliki, lalu merasa masih kurang dengan apa yang kita miliki. Sibuk dengan pa yang kita punya, tidak peduli pada orang – orang di sekitar kita yang bernasib tidak seberuntung kita, namun mereka hidup damai, bahagia dan bersyukur dengan keadaan mereka.