Di Bali rasanya mau ke tempat wisata apapun serba ada, mulai dari wisata pantai, gunung, danau, kebun binatang, sampai wisata reliji ke pura-pura. Pura Taman Ayun merupakan pura yang cukup terkenal di Bali dan sering dijadikan sebagai objek wisata selain tempat beribadah umat Hindu Bali, tentunya. Ribuan pura mengisi daratan Bali dengan sangat kokohnya. Makanya Bali pantas mendapatkan julukan Pulau Seribu Pura. Pura merupakan tempat sakral, suci, diagungkan oleh kalangan umat Hindu Bali. Pura Bali ialah manifestasi dari keyakinan dan keimanan warga Bali yang mayoritas beragama Hindu. Pura Bali merupakan rumah kedua warga Bali setelah rumahnya sendiri, dimana mereka akan berduyun-duyun mendatangi pura ketika momen-momen suci tiba. Selain untuk keperluan religi bagi umat hindu, kehadiran pura juga memiliki dimensi wisata serta dimensi ritual buadaya. Maka dari itu, sobat Sharing di Sini akan berbagi informasi mengenai pura-pura yang ada di Bali dan layak untuk dikunjungi.
# Pura Uluwatu
Eksistensi Pura Uluwatu memiliki nilai yang luhung bagi masyarakat Bali yang terkenal begitu religius. Lingkungan pura Uluwatu sendiri konon telah berdiri sejak sekitar abad ke-11, yang menurut perhitungan kuno seusia dengan seorang empu terkenal bernama Empu Kuturan yang mendirikan pelinggih di lingkungan Pura Besakih. Yang kemudian tempat tersebut dipilih oleh Pendeta Dahyang Nirarta untuk mencapai moksa dan menapaki hakikat kesucian jiwa yang bersih dari noktah dan dosa. Pura ini merupakan Pura Sad Kahyangan yang dipercaya oleh masyarakat Hindu Bali sebagai penyangga dari 9 mata angin. Pura Uluwatu memiliki beberapa pura pesanakan. Maksudnya yakni pura yang sangat erat kaitannya dengan pura induk. Pura pesanakan itu yakni Pura Bajurit, Pura Kulat, Pura Pererepan, Pura Dalem Pangleburan, dan Pura Dalem Selonding. Dimana masing-masing pura tersebut memiliki kaitan dengan Pura Uluwatu, terutama pada hari piodalannya. Uluwatu termasuk wilayah Desa Pecatu, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung. Daerah tersebut jika ditempuh dari Denpasar kurang lebih 30 km ke arah Selatan lewat kawasan pariwisata Kuta, Bandara Ngurah Rai Tuban dan Desa Jimbaran. Tempat tersebut sangat baik jika dipakai untuk olah raga papan selancar.
# Pura Tanah Lot
Nama Tanah Lot tentunya tak asing bagi para wisatawan yang telah berulang kali datang ke Bali. Jangankan yang telah datang berulang kali, masyarakat yang berada di luar wilayah Bali pun sudah sering mendengar nama objek wisata sangat indah ini entah dari televisi, koran, internet, cerita teman, dsb. Tanah Lot memang menyajikan keindahan alam yang menakjubkan yang sulit untuk menemukan tandingannya. Di Tanah Lot ada bangunan pura yang didirikan pada abad ke-15 M dimasa Pedanda Bawu Rawuh atau Danghyang Nirartha yang berasal dari Kerajaan Majapahit. Ketika itu, penguasa Tanah Lot, Bendesa Beraben dikabarkan iri terhadap kesaktian Danghyang Nirartha yang mampu menaklukkan dan membuat simpati masyarakat Bali. Lantas Bendesa Beraben menyuruh Danghyang Nirirtha untuk meninggalkan tanah Bali. Beliau pun menyanggupi, namun sebelum ia meninggalkan Tanah Lot, dengan kekuatan dan kekuasaannya ia memindahkan sebuah bongkahan batu besar ke tengah pantai dan membangun pura disana. Danghyang Nirirtha juga merubah selendangnya menjadi ular penjaga pura. Sampai kinipun ular- tersebut masih ada, dimana secara ilmiah ular tersebut termasuk ular laut yang memiliki ciri-ciri fisik seperti berekor pipih laiknya ikan, berwarna hitam dan memiliki belang kuning di tubuhnya, serta racunnya yang tiga kali lebih mematikan dibandingkan racunnya ular kobra. Keindahan pura ini tak terlukiskan karena pura ini terletak di tengah laut atau terpisah dari daratan. Di sekitar pura ini terdapat beberapa pura lainnya yang berukuran lebih kecil, diantaranya adalah pura Pekendungan. Dibagian barat terdapat mata air tawar yang dianggap suci oleh Umat Hindu. Sementara dibagian bawahnya terdapat beberapa gua dimana didalamnya hidup banyak ular berukuran besar, sedang maupun kecil dengan aneka warna. Meski demikian ular-ular tersebut tak berbahaya apabila tidak diganggu oleh pengunjung yang datang. Kalau air laut surut maka pengunjung bisa langsung mendatangi pura untuk bersembahyang atau sekadar menikmati keindahan pantai. Namun kalau air laut sedang pasang, maka pura akan nampak seperti perahu yang terapung diatas air.
# Pura Srijong
Pura Srijong memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan pura-pura lainnya di Bali. Letaknya yang berada di bibir pantai yang dikelilingi oleh pepohonan soka dan semak-semak membuat pura ini memiliki daya tarik tersendiri bagi mereka yang mengunjunginya. Bukan hanya itu, aura mistis nan mengandung kekuatan magis pun begitu kuat terasa ketika berada di sekitar Pura Srijong. Kawasan Pura Srijong termasuk areal yang sangat dijaga kesucian dan kelestariannya karena nilai histori serta kesakralan yang dimiliki oleh pura ini, maka patutlah menjadi pertimbangan tujuan wisata bagi Anda penggemar sejarah serta bentuk arsitektur Bali nan indah. Pura Srijong berada di Desa Soka Batu Lumbang, Kecamatan Bajera, Kabupaten Tabanan, Bali.
# Pura Dalem Balingkang
Pura Dalem Balingkang dikenal memiliki keunikan tersendiri karena terdapatnya ornamen uang kepeng dan interiornya. Terlebih bangunan pura ini juga sangat mirip dengan bentuk pagoda, dimana hal ini sangat terkait dengan proses akulturasi budaya dengan Tionghoa yang akan dijelaskan berikutnya. Pura Dalem Balingkang juga dulunya difungsikan sebagai istana raja keturunan Raja Sri Jaya Pagus. Yang menarik ialah keberadaan Palinggih Ratu Ayu Subandar yang didominasi dengan warna mencolok; merah dan kuning. Tahukah Anda bahwa kedua warna itu sangat khas dengan warna pada bangunan tempat peribadatan masyarakat Tionghoa, Wihara. Yang berfungsi sebagai tempat pemujaan kepada Kang Cing Wie yang diyakini banyak membawa berkah. Pura Hindu di Bali dipengaruhi oleh unsur-unsur Tionghoa, karena adanya proses akulturasi budaya antara kebudayaan Bali dengan budaya Tionghoa.
# Pura Langgar / Pura Dalem Jawa
Bali sekalipun mayoritas masyarakatnya beragama Hindu namun kerukunan dan kedamaian antar-umat beragama berjalan dengan baik. Mereka yang memiliki keyakinan yang berbeda hidup secara berdampingan dan jarang sekali adanya percekcokan diantara mereka. Apakah ada buktinya? Salah satunya bisa dilihat dengan adanya sebuah pura yang bernama Pura Langgar atau juga dikenal dengan Pura Dalem Jawa. Mengapa sampai disebut pura Langgar? Tiada lain dan tiada bukan karena bangunannya yang mirip dengan sebuah Langgar atau tempat ibadahnya umat Muslim. Pura ini juga memiliki cerita dan bentuk yang unik yang sangat erat kaitannya dengan kebudayaan Islam yang masuk ke Bali sehingga sedikit banyak mampu memengaruhi gaya arsitektur dan segala pernak-pernik pura ini. Pura Langgar sendiri dibangun diatas kolam yang dipenuhi oleh bunga teratai.
Di Pura Langgar pelaksanaan pemujaan berbeda dengan pemujaan di pura lain pada umumnya, dimana hewan yang digunakan untuk sesajen tidak menggunakan daging babi namun diganti dengan daging ayam dan itik. Selain itu, pura ini pun melaksanakan pemotongan hewan kurban layaknya seperti pada Hari Raya Idul Adha yang dilakukan oleh umat Islam hanya saja pelaksanaannya dilakukan sehari sebelum Hari Raya Nyepi atau sekitar bulan Februari. Pura Langgar memang menjadi tempat pemujaan bagi umat Hindu namun banyak juga umat Islam yang datang kesini untuk berziarah dan melihat secara langsung keunikan pura ini. Pura ini dilengkapi juga dengan beberapa fasilitas seperti; tempat wudhu dan sholat bagi umat Islam, toilet dan area parkir. Dimanakah lokasinya Pura Langgar ini? Yakni berada di Desa Bunutin, Bangli, masuk dalam kawasan Kabupaten Bangli, Bali. Untuk mencapai lokasi pura ini, Anda membutuhkan waktu kurang lebih 45 menit atau sekitar 32 km dari Kota Denpasar Bali.
# Pura Taman Sari
Pura Taman Sari. Dalam lingkungan pura ini terdapat dua buah Meru Tumpang Sebelas dan Meru Tumpang Sembilan yang pada bagian dasarnya dikelilingi oleh kura-kura raksasa yang dikelilingi oleh kolam dengan dibelit Naga Ananthaboga. Hal tersebut mengisahkan saat para Dewa memutar air kehidupan (amerta) yang bertujuan untuk kebahagiaan dan kesejahteraan umat manusia. Lingkungan Pura Taman Sari juga menjadi objek penelitian karena penilaian bahwa di lingkungan pura ini sarat akan nilai historisitas. Betapa tidak, pura ini dianggap sangat penting karena dulunya pernah menjadi lokasi penyimpanan senjata pusaka dari Kerajaan Majapahit yang dipunyai oleh Dinasti Kepakisan. Meskipun sebagian besarnya senjata-senjata pusaka tersebut telah dirampas oleh kolonialisme Belanda, namun hiasan Padma Anglayang yang menjadi lambang kekuasaan Majapahit masih tersimpan di lingkngan pura ini. Pura Taman Sari berada di Banjar Sengguhan, Kelurahan Semarapura Kangin, Kecamatan Klungkung, Kabupaten Klungkung. Dari ibukota Denpasar menuju Pura Taman Sari menempuh jarak lebih kurang 50 km.
# Pura Ulun Danu
Pura Ulun Danu yang dibangun sekitar abad ke-XVI. Pura ini dibangun pasti ada maksud dan tujuannya yakni sebagai tempat pemujaan Dewi Danu yang dipercaya masyarakat sebagai Dewi Kemakmuran. Dan pura inilah yang disebut-sebut sebagai ikon Bali selain Pura Besakih, Kecak, Legong dan Kecak. Pura ini terletak di sebelah barat Danau Beratan, dengan posisi yang agak menjorok terdapat sebuah pura dengan meru yang menjulang begitu anggun. Jika dilihat dari Bedugul, begitu indahnya pemandangan Danau Beratan beserta lingkungan yang mengitarinya. Hamparan Danau Beratan membuat mata siapapun terbelalak dan tersadar bahwa kuasa Tuhan sebagai sang Pencipta sungguh tiada bandingannya. Kesejukan dan kenyamanan ketika berada di danau inipun serta merta menyibak sanubari siapapun. Kita bisa menuju ke Pura Ulun Danu dengan menggunakan perahu dayung , perahu motor atau menggunakan Jet Sky yang disediakan. Pura Ulun Dalun terletak di kawasan Bedugul yang berada di Desa Candikuning, Tabanan, Bali.
# Pura Ponjok Batu
Lingkungan pura ini sangat unik karena merupakan sebuah tanjung yang terdiri dari batu dimana dari celah-celah batu itu tumbuh pohon kamboja dan semak yang terlihat begitu indah. Dalam terminologi Bali, “Ponjok Batu” ialah Tanjung Batu. Lingkungan Pura ini merupakan lingkungan Pura tempat pemujaan/persembahyangan umum untuk mohon keselamatan. Dari depan lingkungan pura yang dibatasi jalan raya menuju Amlapura terlihat pemandangan Laut Jawa yang terbentang luas yang dapat menimbulkan ketenangan jiwa dan menumbuhkan inspirasi bagi pengunjungnya. Laut yang tenang yang ditumbuhi beberapa pohon tua di sekitar bukit menambah keindahan lokasi dan penduduk setempat memanfaatkannya untuk keperluan sehari-hari. Lingkungan Pura Ponjok Batu ini berada di sebelah timur Singaraja, terketak di Pantai utara Bali dimana termasuk dalam wilayah Kecamatan Tejakula, Kabupaten Daerah Tingkat II Buleleng.
# Pura Agung Besakih
Nama Pura Agung Besakih bisa dikatakan sama terkenalnya dengan Tanah Lot, Kuta, atau Gunung Agung di Bali karena tempat peribadatan umat Hindu ini merupakan induk pura-pura yang ada di Pulau Dewata. Pura ini masih menyandang konsep terdahulu, yakni terdiri dari 18 pura pendukung (pekideh) yang merupakan satu kesatuan konsep dengan titik pusat berada di Pura Agung Besakih. Kawasan Pura Besakih menempati areal yang lumayan luas dalam radius sekitar 3 kilometer dengan Pura Pesimpangan di sisi hilir dan Pura Pangubengan di sisi hulu. Dalam setiap tahunnya di Pura Agung Besakih kerap diadakan upacara Bhatara Turun Kabeh, atau sering juga disebut dengan Ngusaka Kadasa.
# Pura Goa Gajah
Ketika Anda mendengar nama Goa Gajah pasti langsung terbersit difikiran bahwa goa tersebut banyak gajahnya, atau bahkan goa tersebut dibuat untuk dihuni para gajah. Lantas, benarkah seperti itu? Goa Gajah ini merupakan salah satu situs peninggalan sejarah di Nusantara. Sebenarnya yang disebut Goa Gajah tersebut merupakan bangunan sebuah pura, namun karena bentuknya yang menyerupai gajah maka dinamakan Pura Goa Gajah. Dari mana asal kata Goa Gajah? Kata ini sebenarnya berasal dari Lwa Gajah, sebuah kata yang muncul pada lontar Kertagama yang disusun oleh Mpu Prapanca sekitar tahun 1365 M dan dibangun pada sekitar abad ke-11. Seperti halnya nasib situs-situs bersejarah lainnya, situs ini juga pernah tertimbun tanah sebelum akhirnya ditemukan kembali pada sekitar tahun 1923. Ketika hendak masuk ke objek wisata ini, pengunjung harus terlebih dahulu memakai selendang yang telah disediakan di loket sebelum masuk. Kemudian pengunjung akan melewati jalan setapak yang menurun dan berundak-undak mendekati lokasi wisata. Goa Gajah sendiri telah mulai menampakkan keindahannya dari ketinggian karena memang posisinya yang berada dibawah. Setelah mendekat di bibir goa, maka pengunjung bisa langsung menikmati keindahan pahatan mulut goa dengan gaya khas Bali yang melambangkan hutan lebat dan makhluk hidup penghuninya. Pura Goa Gajah terletak di Desa Bedulu, Kecamatan Blahbatuh Kabupaten Daerah Tingkat II Gianyar. Jaraknya dari Denpasar Kurang lebih 26 Km, sangat mudah dicapai. Di sana ada kios-kios kesenian dan Rumah makan. Pura ini di lingkupi oleh persawahan dengan keindahan ngarai sungai Petanu, berada pada jalur wisata Denpasar – Tampaksiring – Danau Batur – Kintamani.
# Pura Rambutsiwi
Rambutsiwi yang dikenal sebagai objek wisata merupakan lingkungan sebuah pura yang bernama Pura Rambutsiwi. Lokasi pura ini begitu menawan karena dikelilingi oleh pesawahan yang membentang luas dan berundak-undak khas Bali, dimana di sebelah selatannya terdapat gundukan tebing dan batu karang yang lumayan curam. Jika pengunjung bersedia menaiki tebing maka akan terlihat hamparan warna biru Samudera Indonesia yang dihiasi dengan deburan ombak. Di sebelah barat daya lingkungan pura ada balai yang disediakan secara khusus untuk menikmati sajian alam yang indah berupa panorama laut yang membentang sampai sejauh mata memandang.
Tepat disebelah selatan, tak jauh dari tempat istirahat tersebut terdapat undakan yang biasa digunakan untuk menuruni sampai ke pantai. Di pinggir pantai, pada sebuah tebing batu karang terdapat sebuah goa yang dianggap suci oleh masyarakat sekitar. Suasana di Rambutsiwi tersebut sangat tenang, nyaman dan damai sangat tepat untuk menenangkan fikiran dan bersantai. Rambutsiwi terletak di pinggir pantai selatan Pulau Bali bagian barat yang termasuk wilayah Desa Yehembang Kangin, Kecamatan Mendoyo Kabupaten Jembrana.
# Pura Taman Ayun
Pura Taman Ayun memiliki usia yang sudah sangat tua sekitar 400-an tahun (dibangun sekitar tahun 1634). Di setiap sudut Pura Taman Ayun tercermin nilai eksotika yang luhung menggambarkan si pembuatnya yang mengerti ihwal keindahan dan keserasian hidup. Sebagaimana telah disebutkan bahwa lingkungan Pura Taman Ayun merupakan lingkungan kerajaan yang telah ada sejak tahun 1634. Lingkungan pura ini dikelilingi oleh kolam yang berisi bunga teratai. Lingkungan Taman Pura Ayun juga terbagi menjadi tiga halaman dan ditumbuhi oleh beberapa tumbuhan hijau dan rerumputan yang dielihara dengan rapi, juga dihiasai barisan maru, Paibon dan Padmasana Singgasana Sang Hyang Tri Murti. Tepat di seberang lingkungan pura ini terdapat sebuah museum yang dinamakan Museum Manusa Yadnya, yakni museum upacara kemanusiaan sejak manusia masih berada dalam kandungan sampai akhir hayat dan mayatnya dibakar (Ngaben). Demikian pula dikanan dan kiri pura diwarnai dengan kerapian kompleks perkampungan masyarakat tradisional setempat. Tak hanya itu, di seberang jalan terdapat jeram-jeram yang menantang dengan parit-parit yang berkelok-kelok. Di sebelah barat Taman Ayu terdapat bangunan Wisata Mandala yang dilengkapi dengan bar dan restauran untuk kepentingan para wisatawan. Demikian pula warung-warung yang menjual makanan dan minuman banyak pula ada di sebelah Selatan lingkungan Pura. Di sana juga ada Museum Manusa Yadnya yang memamerkan “Daur Hidup”, taman bunga, toilet dan sarana parkir yang cukup memadai. Taman Ayun terletak di Desa Mengwi, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. Dari kota Denpasar jaraknya lebih kurang 18 km menuju arah barat laut mengikuti jalan jurusan Denpasar-Singaraja melalui Bedugul.
# Pura Tirta Empul Tampaksiring
pura yang masyhur di Bali adalah Pura Empul Tampaksiring yang berlokasi di sebuah desa sekitar 36 km dari Ibukota Denpasar. Di lingkungan pura ini terdapat beberapa bangunan bersejarah lainnya diantaranya yakni Istana Presiden yang dibangun dimasa pemerintahan presiden Soekarno. Dalam sejarahnya nama pura ini diambil dari nama mata air yang terdapat dibagian dalam pura yang bernama Tirta Empul. Jika ditelaah secara etimologi nama Tirta Empul memiliki arti air yang menyembul keluar dari tanah sehingga memiliki arti bahwa air suci yang menyembur keluar dari tanah. Air di pura ini mengalir ke sungai Pakerisan. Pura ini diperkirakan dibangun sejak zaman Raja Chandra Bhayasingha dari Dinasti Warmadewa. Pura ini dibagi menjadi tiga bagian yakni Jaba Pura atau halaman muka, Jaba Tengah atau halaman tengah, dan Jeroan atau bagian dalam pura. Di bagian tengah pura ini terdapat dua buah kolam persegi empat dimana kolam tersebut memiliki sekitar 30 buah pancuran yang berderet dari timur ke barat menghadap ke selatan. Masing–masing pancuran itu menurut tradisi mempunyai nama tersendiri diantaranya pancuran Pengelukatan, Pebersihan, Sudamala dan Pancuran Cetik (racun).Tirta Empul adalah sebuah pura yang terletak di Desa Manukaya, Kecamatan Tampak Siring, Kabupaten Gianyar, Bali.
Beraban, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan. Atau sekitar 13 km dari Kota Tabanan yang bisa ditempuh dengan 10-15 menit saja.
# Pura Gowa Lawah
Pura Goa Lawah merupakan sebuah pura yang terletak di Gua Kelelawar di Desa Pesinggahan, Kecamatan Dawan. Bisa dipastikan bahwa ketika Anda hendak menuju ke Candikasi, maka akan melewati Pura Goa Lawah ini. Lokasinya sangat strategis karena terletak diantara Kabupaten Klungkung dan Karangasem. Pura Goa Lawah sendiri merupakan sebuah kompleks pura yang lumayan luas dan berada di sisi kiri jalan jika Anda menuju ke Karangasem dan tepat di seberangnya adalah pantai yang memiliki pasir hitam. Pura Goa Lawah merupakan salah satu dari sembilan Pura Sad Khayangan. Di bagian tengah akan ada sebuah Goa yang dihuni banyak kelelawar. Pernah ada yang menyebutkan bahwa seorang pangeran dari Mengwi pernah bersembunyi di gua ini dengan maksud untuk berlindung dan mengikuti jalan terowongan gua yang muncul di Pura Besakih di lereng Gunung Agung.
# Pura Alas Kedaton
Alas Kedaton adalah tempat wisata yang cukup ternama di Pulau Bali yang memiliki ciri khas hutannya yang lebat dan asri, serta didiami berbagai macam satwa-satwa yang menggemaskan dan lucu, seperti kera dan kelelawar. Dengan luas lahan sekitar 6,5 hektar, Alas Kedaton dihuni oleh populasi keranya yang mencapai 1.800 ekor. Alas kedaton hingga kini sangat terjaga kelestariannya karena adat-istiadat penduduknya yang berpantang untuk menebang pohon sembarangan, apalagi jika sampai melakukan penggundulan hutan. Didalam hutannya ada sebuah pura yang dinamakan Pura Alas Kedaton. Pura ini dikelilingi oleh hutan yang lebat dengan aneka macam tetumbuhan dan hewan yang hidup didalamnya. Ketika wisatawan mengunjungi area tersebut, maka terlihat beberapa pemandu jalan bersiap untuk mengantar dan menjelaskan segala hal yang terdapat di Alas Kedaton.
Ketika pengunjung baru beberapa meter saja memasuki area Alas Kedaton, dijamin akan banyak kera yang menyambangi, makanya sejak awal perlu dipersiapkan makanan kecil seperti kacang tanah, untuk memberi makan kera-kera tersebut. Objek wisata reliji ini berada di Desa Kukuh, Kecamatan Marga , sekitar 4 km dari Tabanan. Untuk menuju ke lokasi pura ini cukup ditempuh dengan waktu sekitar 40 menit dari Kuta dengan melalui daerah Denpasar-Bedugul, dan ketika sudah sampai di Desa Denkayu Mengwi, belok kiri kurang lebih sekitar 5 km.
Selamat berkunjung ke Bali dan tentunya jangan lupa mengunjungi Pura yang merupakan salah satu icon dari Pulau Dewata Bali.
Sumber : Berbagai Sumber, edit by NE
uluwatu biasnaya kalo wisatawan
mantap jiwa, ajeg Bali