Ayah dan ibu sudah menikah 30 tahun. Dan selama itulah Rangga tidak pernah melihat mereka bertengkar.
Bagi Rangga, perkawinan ayah dan ibu menjadi teladan baginya. Setelah menikah, dia dan istrinya sering bertengkar karena hal-hal kecil.
Ketika pulang ke rumah ayahnya, Rangga menuturkan keluhannya pada ayahnya. Ayahnya mendengarkan kemudian masuk ke kamarnya, lalu kembali keluar dengan mengusung buku-buku dan ditumpuknya di depan Rangga.
Sebagian buku sudah kuning, kelihatannya sudah disimpan lama. Dengan penuh rasa ingin tahu Rangga mengambil satu buku itu. Tulisannya benar tulisan ayahnya, agak miring dan aneh, ada yang jelas, ada yang semrawut, bahkan ada yang tulisannya sampai menembusi beberapa halaman.
Rangga membaca halaman demi halaman buku Ayahnya itu. Semuanya merupakan catatan hal-hal sepele; “Suhu udara” berubah jadi dingin.., ia mulai merajut baju wol untukku…, Anak-anak berisik tapi untung ada dia…, jengkel sekali saat menunggunya berbelanja hari ini tapi aku suka sekali dengan sup buatannya…, Hari ini sungguh aku marah dengannya tapi dia sangat setia,…”
Semua itu catatan kebaikan dan cinta ayah kepada ibu, cinta ibu kepada anak-anak dan keluarga. Matanya berkaca-kaca air mata. Rangga mengangkat kepala, dengan haru dia berkata pada ayahnya, “Ayah, saya sangat kagum pada ayah dan ibu.”
Ayahnya berkata, “Tidak perlu kagum, kamu juga bisa.”
Ayahnya berkata lagi, “Menjadi suami istri selama puluhan tahun, tidak mungkin menghindari pertengkaran. Ibumu kalau kesal, suka cari gara-gara, melampiaskan kemarahannya dan ngomel. Dalam buku aku tuliskan yang telah ibumu lakukan demi rumah tangga ini. Seringkali hatiku penuh amarah waktu menulis, kertasnya sampai sobek, tembus oleh pena. Tapi aku terus menulis semua kebaikannya. Aku renungkan, akhirnya emosi itu lenyap yang tinggal semuanya kebaikan ibumu.”
Rangga mendengarkan, lalu bertanya, “Ayah, apakah ibu pernah melihat catatan ini?”
Ayah tertawa dan berkata, “Ibumu juga memiliki buku catatan harian. Bukunya berisi kebaikan Ayah. Sering kami saling bertukar buku dan kemudian saling menertawakan. Ha…ha…ha…”
Tiba-tiba Rangga sadar akan rahasia pernikahan, “Mencintai itu sangat sederhana. Ingat dan catat kebaikan pasangan. Lupakan dan maafkan segala kesalahannya.”