Atasan Perfeksionistik, Untung Atau Rugi Ya?

Salah adalah kata-kata yang paling sering keluar dari mulutnya. Sesempurna apapun hasil anak buahnya, tak pernah cukup sempurna untuknya. Tentunya hal itu kerap membuat anak buahnya kalang kabut. Bahkan karakternya yang aneh itu membuat sejumlah anak buahnya sulit bekerjasama.

Memahami karakter atasan di tempat kerja merupakan hal yang tak bisa dikesampingkan. Karena dengan cara ini bisa muncul suasana menyenangkan di tempat kerja. Tapi, sayangnya tak semua orang bisa menjalankan interaksi positif dengan atasan, apalagi jika atasannya tergolong orang yang perfeksionistik dan kerap membuat anak buahnya kelimpungan mengikuti keinginannya.

Pada umumnya orang perfeksionistik tumbuh akibat pola asuh keluarga yang terlalu mengekang kebebasan anak dan harus menuruti semua perintah orangtua. Sehingga dalam tekanan dan tuntutan yang kuat, anak tidak dibenarkan berbuat kesalahan. Jika hasil kerja yang ditunjukkan sempurna atau sesuai tuntutan, maka orangtua akan memberikan reward, sedangkan jika tidak, yang didapat adalah punishment. Anak-anak yang besar dengan cara seperti ini lalu berusaha menghindari punishment dengan menghindari kesalahan sebisa mungkin. Dengan kebiasaan yang tertanam seperti ini, maka lebih mudah (tidak selalu) bahwa anak-anak tersebut akan tumbuh menjadi seorang perfeksionis. Mereka juga belajar bahwa pekerjaan yang sempurna akan membuat mereka terangkat dengan pujian, maka agar mendapat pujian dibutuhkan perfeksionisme.

 

Nah, kembali ke atasan yang perfeksionistik. Jika atasan seperti itu mau tidak mau kita harus bisa mengatasi dan beradaptasi dengan gaya kepemimpinannya. Untuk itu berikut beberapa cara mengatasi atasan yang perfeksinostik menurut Sharing Di Sini.

perfeksionis

  1. Dengan banyak berkomunikasi dengan atasan tersebut. Dengan demikian kita akan lebih mengenal dan mengetahui keinginan atasan dan cara-cara yang dia tempuh untuk mengatasi masalah.
  2. Memahami keinginan sukses di balik kerja keras yang dia tuntut dari kita, apa manfaatnya bagi kita sendiri.
  3. Mengatakan pada diri sendiri bahwa “saya sedang belajar” dan guru saya kali ini adalah dia, sehingga kita tidak perlu merasa seolah-olah terikat dengan atasan kita seumur hidup.
  4. Mengambil hikmah bagi diri sendiri dari tuntutan yang dimintakan pada kita seperti belajar memanfaatkan waktu, mengatasi kekurangan pekerjaan, manajemen waktu, memenuhi komitmen, tekun dan teliti.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Security Code * Time limit is exhausted. Please reload the CAPTCHA.