Jawaban Gugatan Yuliarti Kusumawardaningsih dalam Perkara No. 448/Pdt.G/2023/PN Smg

Semarang, 2 Oktober 2023

Hal. : Jawaban Tergugat I atas Gugatan Penggugat

Dalam Perkara No. 448/Pdt.G/2023/PN Smg

Kepada Yth.,

Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili

Perkara No. 448/Pdt.G/2023/PN Smg

di Pengadilan Negeri Semarang

Jalan Siliwangi No. 512 Semarang, Jawa Tengah

Dengan hormat,

Yang bertandatangan di bawah ini, Taukhid Pujo Wardoyo, beralamat di Jalan Gemahsari VIII No. 290B Semarang, selaku Tergugat I dalam perkara No. 448/Pdt.G/2023/PN Smg, dengan ini menyampaikan jawaban atas gugatan Penggugat tertanggal 21 September 2023 sebagai berikut:

  1. Pokok perkara no. 1 yang berbunyi, “Bahwa Penggugat merupakan salah satu anak kandung dari pasangan suami istri Soeharto dan Siti Parsiyah dan merupakan kakak kandug dari Tergugat 1”

Bahwa benar Penggugat adalah anak kandung pasangan suami istri Soeharto dan Siti Parsiyah namun Penggugat tidak mempunyai surat ahli waris yang sah.

  1. Pokok perkara no. 2 yang berbunyi, “Bahwa saat ini Soeharto dan Siti Parsiyah telah meninggal dunia, dimana Soeharto meninggal pada tanggal 10 Juli 2021 sebagaimana akta kematian dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Semarang No. 3374-KM-21082021-0075 diterbitkan tanggal 24 Agustus 2021, dan Siti Parsiyah meninggal pada tanggal 16 Juli 2021 sebagaimana akta kematian dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Semarang No. 3374-KM-21082021-0074 diterbitkan tanggal 24 Agustus 2021”

Bahwa benar Bapak Soeharto meninggal pada tanggal 10 Juli 2021 dan Ibu Siti Parsiyah meninggal pada tanggal 16 Juli 2021.

  1. Pokok perkara no. 3 yang berbunyi, “Bahwa sebelumnya Tergugat I melakukan Perjanjian Kredit di Bank BRI Kantor Cabang Brigjen Sudiarto semarang. Dalam Perjanjian Kredit ini, terdapat 2 pinjaman, yaitu Pinjaman Pertama sebesar Rp. 750.000.000 dan Pinjaman kedua sebesar Rp. 202.409.540. Kedua pinjaman menggunakan agunan tanah dan bangunan berupa sertifikat hak milik tercatat atas nama Soeharto dan Siti Parsiyah SHM No. 00453, dengan luas 80 meter persegi, terletak di Jalan MH Thamrin No. 28, Kelurahan Kembangsari, Kota Semarang”

Bahwa tidak benar saya mempunyai pinjaman di BRI sebesar Rp 750.000.000 dan Rp 202.409.540. Yang benar adalah Rp 750.000.000 dan Rp 250.000.000 dan menggunakan agunan rumah di Jalan Thamrin No. 28 Semarang dengan persetujuan pemilik agunan almarhum Bapak dan Ibu Soeharto semasa masih hidup.

  1. Pokok perkara no. 4 yang berbunyi, “Bahwa kedua pinjaman kredit Tergugat I di Bank BRI kantor cabang Brigjen Sudiarto Semarang yang menggunakan tanah dan bangunan milik orang tua Penggugat sebagai jaminan, Penggugat tidak pernah dimintai persetujuan ataupun diajak musyawarah bersama dengan saudara kandung lainnya”.

Bahwa pinjaman kredit saya di BRI tidak perlu mendapatkan persetujuan dari Penggugat karena saat itu Bapak dan Ibu Soeharto masih hidup dan keputusan persetujuan kredit mutlak milik Bapak dan Ibu Soeharto sebagai pemilik aset jaminan.

  1. Pokok perkara no. 5 yang berbunyi, “Bahwa kemudian pembayaran angsuran di Bank BRI Kantor Cabang Brigjen Sudiarto Semarang tidak berjalan lancar dan kemudian untuk pelunasan hutang tersebut dilakukan take over kredit oleh PT BPR Agung Sejahtera selaku Tergugat II”.

Bahwa tidak benar dan merupakan fitnah bahwa kredit saya di Bank BRI tidak lancar. Kredit saya di Bank BRI lancar dan saya mengajukan kenaikan platform kredit namun tidak disetujui oleh Bank BRI sehingga saya akhirnya melunasi dan memindahkan kredit ke BPR Agung Sejahtera.

  1. Pokok perkara no.6 yang berbunyi, “Bahwa take over kredit yang dilakukan oleh Tergugat II kepada Tergugat I dengan membuat serta menandatangani 2 perjanjian kredit, yaitu (1) Fasilitas kredit dengan skema musiman sesuai perjanjian kredit nomor 7088/PK/AS/SMG/IV/21 tanggal 29 April 2021 dan telah diperpanjang kreditnya dengan perjanjian kredit nomor 7088-1/PK-ADD/AS/SMG/IV/22 tanggal 28 April 2022 dan (2) Fasilitas kredit dengan skema angsuran sesuai perjanjian kredit nomor 7089/PK/AS/SMG/IV/21 tanggal 29 April 2021 dan telah diperpanjang kreditnya dengan perjanjian kredit nomor 7089-1/PK=ADD/SMG/IV/22 tanggal 28 April 2022.

Dalam perjanjian kredit antara TERGUGAT I dan TERGUGAT II juga turut menandatangani istri dari TERGUGAT I yaitu NASRINDAH DWIASIH,S.PI. Adapun nominal kreditnya adalah sebagai berikut :

a. Hutang atau Pinjaman Kredit sebesar Rp 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) dengan Nomer Rekening 001.10457088-1dilakukan dengan jangka waktu 120 (seratus dua puluh) bulan, dan mulai pembayaran pada 28 April 2022;

b. Penambahan Hutang atau Pinjaman Kredit sebesar Rp.479.366.124,- (empat ratus tujuh puluh sembilan juta, tiga ratus enam puluh enam ribu, seratus dua puluh empat rupiah) dengan Nomer Rekening 001.10457089-1, dan mulai pembayaran pada 28 April 2022;

Sehubungan dengan kedua perikatan yaitu Perjanjian Kredit Nomor 7088/PK/AS/SMG/IV/21 tertanggal 29 April 2021 dan Perjanjian Kredit Nomor 7089/PK/AS/SMG/IV/21 tertanggal 29 April 2021 dilakukan tanpa persetujuan dari PENGGUGAT dan ahli waris lainnya. Begitu pula dengan kondisi orang TUA PENGGUGAT yaitu Soeharto dan Siti Parsiyah yang pada saat itu dalam keadaan sakit serta kondisi pandemi covid yang tak mungkin ikut menandatangani perikatan.”

Bahwa kredit di BPR Agung Sejahtera dilakukan tanggal 29 April 2021 dilakukan dengan persetujuan pemilik agunan almarhum Bapak dan Ibu Soeharto semasa masih hidup dan pada waktu penandatanganan kredit kedua orangtua saya masih sehat serta Bapak dan Ibu Soeharto sebagai pemilik aset tidak memerlukan persetujuan kredit dari Penggugat. Almarhum Bapak dan Ibu Soeharto sepakat dan menyetujui kredit ini untuk modal mendirikan pabrik masker dengan nama PT Namira Mandiri Sejahtera berlokasi di rumah Jalan Menoreh Raya No. 59 Sampangan, Semarang. Almarhum Bapak Soeharto adalah pemilik atau komisaris utama di PT Namira Mandiri Sejahtera yang didirikan dengan Akta Notaris No. 54 Tanggal 27 Januari 2020, sedangkan saya adalah sebagai Direktur atau pelaksana tugas. Tiga bulan setelah akad kredit, karena terserang penyakit Covid-19 akhirnya Bapak Soeharto meninggal tanggal 11 Juli 2022 dan Ibu Soeharto meninggal tanggal 16 Juli 2022 sedangkan saya sakit Covid-19 selama 6 bulan sehingga pabrik akhirnya ditutup dan usaha berhenti. Saya mengajukan restrukturisasi kredit dan keringanan penghapusan denda pada tanggal 28 April 2022 yang bukan merupakan perjanjian kredit baru dan tidak memerlukan persetujuan ahli waris untuk mengikat hak tanggungan.

  1. Pokok perkara no. 7 yang berbunyi “Bahwa pada faktanya Take-Over-(Pinjaman)-Kredit yang dilakukan oleh TERGUGAT I di Bank BRI Kantor Cabang Brigjend Soediarto Semarang oleh TERGUGAT II (PT. BPR AGUNG SEJAHTERA) proses pembayarannya juga tidak berjalan. Berdasarkan informasi yang Penggugat ketahui, terdapat perjanjian kredit No 2022 No 7089-1/PK-ADD/AS/SMG/IV/22 tertanggal 28 April 2022 yang memperpanjang kredit Tergugat I dengan Tergugat II, dimana secara tegas orang tua Penggugat sudah meninggal dunia dan tak mungkin dapat menandatangani surat perpanjangan kredit;”

Bahwa sejak bulan Mei 2021 saya telah membayar cicilan kredit sampai bulan November 2021 sebesar Rp. 245.583.331. Setelah itu saya tidak mampu lagi membayar cicilan kredit karena pabrik tutup / usaha berhenti, sehingga pada tanggal 28 April 2022 saya mengajukan keringanan penghapusan denda dan restrukturisasi yang bukan merupakan perjanjian kredit baru dan tidak memerlukan persetujuan ahli waris untuk mengikat hak tanggungan karena pengikatan hak tanggungan sudah dilakukan pada tanggal 29 April 2021.

  1. Pokok perkara no. 8 yang berbunyi, “Bahwa dalam perpanjangan perjanjian kredit No 7089-1/PK-ADD/AS/SMG/IV/22 tertanggal 28 April 2022 adalah perjanjian baru yang harus memenui syarat subyektif dan syarat obyetif sebagaimana diatur dalam pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Syarat subyektif adalah kehendak para pihak yang cakap secara hukum dan atas kehendaknya sendiri untuk melakukan perbuatan perjanjian. Jelas dan terang jika perjanjian tersebut, tidak mengikutsertakan orang tua Penggugat yang secara nyata sudah meninggal terlebih dahulu, jikapun terdapat perjanjian kredit baru, maka harus melibatkan serta persetujuan ahli waris pemegang sertifikat yang dijadikan obyek jaminan.

Sedangkan Syarat obyektif adalah mengatur obyek perjanjian perpanjangan kredit yang mengatur soal besaran cicilan, denda dan bunga serta rentang waktu pembayaran. Dengan demikian karena terdapat perubahan soal obyek perjanjian, maka jika orang tua Penggugat sudah meninggal dunia, maka perjanjian perpanjangan kreditpun harus menyertakan dan melibatkan Penggugat dan ahli warisnya;”

Bahwa perjanjian kredit No 7089-1/PK-ADD/AS/SMG/IV/22 tertanggal 28 April 2022 bukan perjanjian kredit baru, perjanjian kredit tersebut merupakan restrukturisasi dan tidak memerlukan persetujuan ahli waris karena agunan sudah diikat hak tanggungan saat kredit tanggal 29 April 2021 dan pemilik jaminan yaitu Bapak dan Ibu Soeharto masih hidup. Penggugat sendiri mengusulkan kepada saya untuk mengajukan restrukturisasi atau keringanan.

  1. Pokok perkara no. 9 yang berbunyi, “Bahwa dalam proses Take-Over-(Pinjaman)-Kredit TERGUGAT I di Bank BRI Kantor Cabang Brigjend Soediarto Semarang oleh TERGUGAT II (PT. BPR AGUNG SEJAHTERA), serta menjadikan tanah dan bangunan milik orang tua menjadi Hak Tanggungan tetap harus dilakukan sesuai dengan mekanisme hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah;”

Bahwa proses kredit di BPR Agung Sejahtera sudah dilakukan sesuai mekanisme hukum, dibuat dan ditandatangani pada tanggal 29 April 2021 oleh Dewi Puji Astutiningsih selaku Direktur Utama BPR Agung Sejahtera, Taukhid Pujo Wardoyo selaku debitur, Soeharto dan Siti Parsiyah selaku pemilik jaminan. Dan telah terbit sertifikat Hak Tanggungan dengan Nomor: 05155/2021, Peringkat Pertama, pada tanggal 14 Juni 2021 untuk menjamin pelunasan utang.

  1. Pokok perkara no. 10 yang berbunyi, “Bahwa tanah dan bangunan dengan Sertifikat Hak Milik No. 00453 tercatat atas nama orang tua PENGGUGAT yang dijadikan jaminan oleh TERGUGAT I dan dibebani Hak Tanggungan oleh TERGUGAT II dilakukan dengan cara melawan hukum karena tidak meminta persetujuan kepada PENGGUGAT beserta ahli-ahli waris lainnya.Pemberi Hak Tanggungan dalam hal ini orang tua PENGGUGAT juga harus dilibatkan dalam menentukan tanah dan bangunan sebagai obyek Hak Tanggungan.”

Bahwa Penggugat tidak tahu bahwa terjadi restrukturisasi kredit yang bukan merupakan perjanjian kredit baru dan tidak melanggar hukum karena kredit telah ditandatangani oleh pemilik jaminan Bapak dan Ibu Soeharto semasa masih hidup.

  1. Pokok perkara no. 11 yang berbunyi “Bahwa tidak dilibatkannya orang tua PENGGUGAT dalam menentukan obyek Hak Tanggungan dalam Perjanjian Kredit antara TERGUGAT I dan TERGUGAT II, merupakan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang tidak sesuai dengan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah, yang mana mengatur syarat terpenuhinya kualifikasi untuk membebankan Hak Tanggungan adalah pemiliknya, yang berbunyi sebagai berikut:

Ayat (1) “Pemberi Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek Hak Tanggungan yang bersangkutan”.

Ayat (2) “Kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ada pada pemberi Hak Tanggungan pada saat pendaftaran Hak Tanggungan dilakukan”.

Bahwa Penggugat pada waktu itu tinggal di Jerman dan tidak mengetahui bahwa perjanjian kredit di BPR Agung Sejahtera sudah melibatkan pemilik jaminan Bapak dan Ibu Soeharto semasa masih hidup sehingga tuduhan Penggugat bahwa hal ini melanggar hukum adalah tidak benar.

  1. Pokok perkara no. 12 yang berbunyi, “Bahwa Perbuatan Melawan Hukum terkait dengan obyek Hak Tanggungan sebagaimana Pasal 8 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah tersebut dapat dibuktikan dengan pelaksanaan Take-Over-Kredit dan pembebanan Hak Tanggungan yang dilakukan pada tahun 2022 dengan pemberi Hak Tanggungan adalah pemegang Sertifikat Hak Milik yaitu orang tua PENGGUGAT, padahal SOEHARTO telah meninggal dunia tertanggal 10 Juli 2021 dan SITI PARSIYAH telah meninggal dunia tertanggal 16 Juli 2021;

Dengan demikian terang dan jelas jika Proses Take-Over-Kredit yang dilakukan TERGUGAT I (TAUKHID PUJO WARDOYO) dan TERGUGAT II (PT. BPR AGUNG SEJAHTERA) dilakukan dengan cara melawan hukum karena dilakukan tanpa pernah melibatkan pemilik sertifikat karena telah meninggal dunia, serta tidak pernah meminta persetujuan kepada PENGGUGAT dan Ahli-ahli Waris lainnya dari SOEHARTO dan SITI PARSIYAH yang merupakan pemegang sertifikat dan telah meninggal dunia, sebelum pendaftaran Hak Tanggungan dilakukan;”

Bahwa Penggugat tidak mengetahui bahwa pembebanan Hak Tanggungan telah dilakukan pada tanggal 29 April 2021 pada saat akad kredit oleh pemegang sertifikat yaitu Bapak dan Ibu Soeharto ketika masih hidup, serta restrukturisasi bukan merupakan perjanjian kredit baru, sehingga hal ini tidak melanggar hukum dan tuduhan Penggugat bahwa perjanjian kredit melanggar hukum adalah tidak benar.

  1. Pokok perkara no. 13 yang berbunyi, “Bahwa Perjanjian Kredit atau Perikatan yang SAH secara hukum harus mendasarkan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Akta Perjanjian Kredit harus memenuhi empat syarat,yaitu: (1) kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya, (2)kecakapan untuk membuat suatu perikatan, (3) suatu pokok persoalan tertentul; (4) suatu sebab yang tidak terlarang, dengan demikian perjanjian yang dibuat oleh TERGUGAT I dan TERGUGAT II tidak sesuai dengan syarat sahnya Perikatan atau Perjanjian Kredit dengan tidak melibatkan atau meminta persetujuan dari PENGGUGAT dan ahli waris lainnya;”

Bahwa Penggugat tidak mengetahui bahwa pembebanan Hak Tanggungan telah dilakukan pada tanggal 29 April 2021 pada saat akad kredit oleh pemegang sertifikat yaitu Bapak dan Ibu Soeharto ketika masih hidup, serta restrukturisasi bukan merupakan perjanjian kredit baru, sehingga hal ini tidak melanggar hukum dan tuduhan Penggugat bahwa perjanjian kredit melanggar hukum adalah tidak benar.

  1. Pokok perkara no. 14 yang bebunyi, “Bahwa untuk menyelamatkan Harta Waris yaitu Sertifikat Hak Milik atas nama orang tua PENGGUGAT yaitu SHM No. 00453 atas nama SOEHARTO dan SITI PARSIYAH yang telah dibebani Hak Tanggungan bank serta tidak dilakukan lelang oleh TERGUGAT III atau KPKNL, maka PENGGUGAT bersama dengan Kakak Kandung Pertama PENGGUGAT yaitu PRAMONO PUJO WARDOYO yang tidak mempunyai hubungan hukum dengan Perjanjian Kredit justru menunjukkan itikat baiknya dengan melakukan pembayaran cicilan dan bunga serta denda kepada TERGUGAT II (PT. BPR AGUNG SEJAHTERA). Adapun perinciannya adalah sebagai berikut:

1) Transfer tertanggal 30 Desember 2022 melalui Bank BNI Rekening Tujuan No 945454597 atas nama PT.BPR AGUNG SEJAHTERA sebesar Rp 83.824.519,- (delapan puluh tiga juta, delapan ratus dua puluh empat ribu, lima ratus sembilan belas rupiah);

2) Transfer tertanggal 31 Desember 2022 melalui Bank BNI Rekening Tujuan No 945454597 atas nama PT. BPR AGUNG SEJAHTERA sebesar Rp 50.579.116,- (lima puluh juta, lima ratus tujuh puluh sembilan ribu, seratus enam belas rupiah);

3) Transfer melalui e-banking BCA tertanggal 24 Maret 2023melalui Bank BNI Rekening Tujuan No 945454597 atas nama PT. BPR AGUNG SEJAHTERA sebesar Rp 28.834,000,- (dua puluh delapan juta, delapan ratus tiga puluh empat ribu rupiah);

4) Transfer tertanggal 17 April 2023 melalui Bank BCA Tujuan No 2465113888 atas nama PT. BPR AGUNG SEJAHTERA sebesar Rp 28,834.000,- (dua puluh delapan juta, delapan ratus tiga puluh empat ribu rupiah);

5) Transfer tertanggal 26 Mei 2023 melalui Bank BNI Rekening Tujuan No 945454597 atas nama PT. BPR AGUNG SEJAHTERA sebesar Rp 15.000.003,- (lima belas juta, tiga rupiah);

6) Transfer tertanggal 26 Mei 2023 melalui Bank BNI Rekening Tujuan No 945454597 atas nama PT. BPR AGUNG SEJAHTERA sebesar Rp 8.834.003,- (delapan juta, delapan ratus tiga puluh empat ribu, tiga rupiah);

7) Transfer tertanggal 28 Mei 2023 melalui Bank BCA Rekening PT. BPR AGUNG SEJAHTERA No 2465113888 sebesar Rp 5.000.001,-(lima juta,satu rupiah);

8) Transfer tertanggal 27 Juni 2023 melalui Bank BCA Rekening PT.BPR AGUNG SEJAHTERA No 2465113888 sebesar Rp 2.500.002,- (dua juta, lima ratus ribu, dua rupiah);

9) Transfer tertanggal 20 Juli 2023 melalui Bank BCA Rekening PT. BPR AGUNG SEJAHTERA No 2465113888 sebesar Rp 2.500.003,- (dua juta, lima ratus ribu, tiga rupiah);

10)Transfer tertanggal 30 Agustus 2023 melalui Bank BCA Rekening PT. BPR AGUNG SEJAHTERA No 2465113888sebesar Rp 2.000.000,- (dua juta rupiah);

Dengan demikian secara khusus Penggugat juga mengalami kerugian karena terpaksa harus membayar cicilan,bunga dan denda kepada Tergugat II dengan total sebesar Rp 225.405.654(dua ratus dua puluh lima juta empat ratus lima ribu enam ratus lima puluh empat rupiah)”

Bahwa pada awalnya memang ada itikat membantu membayar cicilan kredit dari Penggugat dkk, kami bersepakat membagi rata jumlah cicilan kepada ke 5 saudara, namun ternyata janji tersebut tidak ditepati. Dalam perjalanan selanjutnya yang terjadi adalah Penggugat dipecat dari pekerjaannya sehingga tidak bisa membantu cicilan, kakak kedua sering terlambat membantu cicilan, kakak keempat tidak mau membantu cicilan karena tidak mau terlibat riba, adik mempunyai utang kartu kredit sehingga tidak bisa membantu cicilan. Sedangkan pihak BPR Agung Sejahtera selalu mengirim debt collector setiap bulan ke rumah saya sehingga membuat saya akhirnya harus membayar sendirian cicilan kredit, sedangkan saya tidak mampu membayar karena usaha saya mengalami kebangkrutan dan pabrik ditutup karena sakit Covid-19 selama 6 bulan.

  1. Pokok perkara no.15 yang berbunyi, “Bahwa itikat baik PENGGUGAT bersama dengan Kakak Kandung Pertama PENGGUGAT bernama PRAMONO PUJO WARDOYO yang tetap membayar cicilan dan bunga kepada TERGUGAT II (PT. BPR AGUNG SEJAHTERA) justru tak dianggap dan tetap melakukan pendaftaran lelang eksekusi Hak Tanggungan melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL)Semarang atau TERGUGAT III yang diketahui oleh PENGGUGAT berdasarkan pengumuman yang dibuat oleh TERGUGAT II (PT.BPR AGUNG SEJAHTERA), diantaranya:

a. Pengumunan Pertama Lelang Eksekusi Hak Tanggungan yang dibuat PT.BPR AGUNG SEJAHTERA tertanggal 21 Agustus 2023;

b. Pengumuman Kedua Lelang Eksekusi Hak Tanggungan yang dibuat PT. BPR AGUNG SEJAHTERA tertanggal 5 September 2023;

Berdasarkan perincian pembayaran cicilan dan bunga yang dilakukan oleh PENGGUGAT, maka dapat disimpulkan jika perjanjian kredit antara TERGUGAT I dan TERGUGAT II tidak sepenuhnya terdapat unsur wanprestasi. Terkesan dipaksakan dalam pendaftaran lelang melalui TERGUGAT III apabila tetap melakukan pembayaran cicilan bunga pada Bulan Agustus 2023,tetapi tertanggal 21 Agustus 2023 sudah didaftarkan lelang melalui TERGUGAT III (KPKNL);”

Bahwa itikad Penggugat dkk dalam membantu membayar cicilan ternyata tidak dipenuhi sehingga pada akhirnya saya harus membayar sendirian sedangkan usaha dan pabrik sudah mengalami kebangkrutan. Saya kemudian mengajukan permohonan tertulis tidak mampu melakukan pembayaran cicilan dan menyerahkan aset kepada pihak BPR Agung Sejahtera untuk diproses lelang, sehingga proses lelang tidak menyalahi aturan.

Bahwa sejak tahun 2013 saya sendirian mengurus almarhum Bapak Soeharto karena sakit jantung dan cuci ginjal sampai beliau meninggal dunia. Karena kedekatan saya dengan almarhum Bapak Soeharto maka beliau memberikan modal kepada saya dalam bentuk kredit bank untuk digunakan dalam bisnis alat kesehatan. Setiap tahun saya mendapat dukungan dari Bapak Soeharto untuk memperpanjang dan menaikkan platform kredit untuk digunakan mendirikan pabrik masker PT Namira Mandiri Sejahtera dengan almarhum Bapak Soeharto sebagai pemilik dan komisaris utama. Seandainya Bapak Soeharto masih hidup, saya yakin bapak Soeharto tidak akan menggugat saya di pengadilan karena terkena wabah Covid-19 saya sakit selama 6 bulan dan pabrik tutup serta tidak sanggup membayar cicilan kredit. Bapak Soeharto pasti akan menyetujui lelang agunan yang sudah disetujui beliau dijadikan sebagai agunan kredit. Kemana mereka pihak Penggugat dkk ketika almarhum Bapak Soeharto sakit jantung sering opname di rumah sakit dan cuci ginjal seminggu 2x, tidak ada bantuan dari pihak Penggugat dkk, dan sekarang ketika almarhum Bapak Soeharto sudah meninggal mereka menggugat harta warisan yang digunakan untuk agunan kredit. Gugatan ini sama seperti menggugat orang yang sudah meninggal, karena almarhum Bapak Soeharto lah yang menyetujui ide mendirikan pabrik masker dan menjalankan bisnis alat kesehatan dan sekaligus sebagai pemilik perusahaan PT Namira Mandiri Sejahtera serta sudah menyetujui kredit di BPR Agung Sejahtera.

Bahwa pabrik masker yang saya bangun menggunakan uang kredit bank sekarang dikuasai oleh kakak pertama, yaitu Pramono Pujo Wardoyo, dimana uang hasil sewa rumah tidak dibagikan kepada adik-adiknya. Hal ini merupakan tindakan tidak adil dan semena-mena. Barang-barang milik perusahaan yang ada di pabrik juga telah lenyap dan dihak milik oleh kakak pertama Pramono Pujo Wardoyo, termasuk peralatan mesin Kangen Water dan mejanya, perangkat CCTV, lemari kantor, meja kantor, kursi kantor, printer, AC, dll. Ditambah riwayat semasa kakak pertama masih bekerja sebagai General Manager di Sidoarjo selalu meminta bantuan keuangan kepada Tergugat I berupa bantuan uang muka membeli mobil, bantuan merenovasi rumah, dan bantuan melunasi kredit mobil, saya juga telah membantu memberi bantuan uang saku kuliah selama 2 tahun kepada anak sulung dari kakak pertama Pramono Pujo Wardoyo. Ditambah dengan riwayat Penggugat yaitu Yuliarti yang sering dipecat dari pekerjaan dan kesulitan dalam perekonomian, saya menduga gugatan ini sebagai persekongkolan jahat Penggugat dkk untuk mendapatkan keuntungan dari uang kerugian materiil dan immateriil. Saya juga menduga melalui gugatan ini ada maksud untuk menguasai harta warisan sama seperti yang sekarang kakak pertama Pramono Pujo Wardoyo lakukan yaitu menguasai pabrik dan rumah di Jalan Menoreh Raya Semarang, menyewakan aset tersebut dan tidak ada laporan laba rugi pengelolaannya dan hasil sewanya tidak dibagikan kepada ahli waris.

Bahwa sebenarnya saudara-saudara saya, termasuk kakak pertama Pramono Pujo Wardoyo sudah menyetujui agunan untuk dijual/dilelang yang nanti akan dibuktikan dari percakapan di grup Whatsapp.

Bahwa perkara ini sebenarnya adalah masalah kesalahpahaman dan pengetahuan yang minimal tentang proses perjanjian kredit dimana Penggugat dkk seharusnya melakukan kroscek kepada pihak BPR Agung Sejahtera terlebih dahulu sebelum melakukan gugatan di pengadilan, namun tidak dilakukan sehingga Penggugat tidak tahu bahwa proses pernjanjian kredit dan restukturisasi sudah dilakukan sesuai prosedur dan tidak melanggar hukum.

Berdasarkan dalil-dalil dan uraian tersebut di atas, saya sebagai Tergugat I mohon kepada Ketua Pengadilan Negeri Semarang c.q Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara no. 448/Pdt.G/2023/PN Smg untuk berkenan menjatuhkan putusan dengan amar sebagai berikut:

1. Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya.

2. Membatalkan gugatan Penggugat karena tidak mempunyai dasar yang akurat dan tidak sesuai fakta yang terjadi.

3. Memberi hukuman kepada Penggugat untuk membayar semua biaya perkara ini.

Atau apabila Majelis Hakim berpendapat lain dalam mempertimbangkan dan memutus perkara ini, Tergugat I mohon putusan yang seadil-adilnya sebagaimana layaknya suatu peradilan yang baik.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *