Di Hutan Rawa pedalaman Borneo, hidup beberapa ekor buaya rawa. Sebutlah Pak Buaya. Dia hidup bersama dengan istrinya Bu Buaya sudah puluhan tahun lamanya. Anak – anak mereka pun sudah tumbuh dewasa. Pak Buaya dianggap senior di habitatnya. Sangat dihormati oleh penghuni hutan rawa, karena ia sangat hebat dalam mencari mangsa dan bergulat dengan buaya lain. Badannya besar dan kekar. Namun sebaliknya dengan istrinya, Bu Buaya. Ia sudah sering sakit – sakitan. Karena faktor usia dan di waktu muda ia sangat produkrif, berkali – kali menelurkan anak-anak buaya, hasil kawinnya bersama Pak Buaya. Sempat juga Bu Buaya bergelut dengan peralatan manusia yang hendak menangkapnya, menyakiti tubuhnya. Manusia – manusia itu hendak bermaksud membunuhnya, untuk kemudian dimanfaatkan kulitnya. Namun Bu Buaya pun lolos dari kejaran manusia – manusia itu. Hingga akhirnya bu buaya pun mati, karena sakit.
Pak buaya hidup sendiri, banyak buaya – buaya wanita yang berniat mendekatinya. Menggodanya. Tetapi pak buaya tetap setia. Setia kepada istrinya. Baginya hanya berlaku satu kali perkawinan selama hidupnya. Bahkan si monyet dan gorilla sering kali menggoda pak Buaya untuk mengiming-imingi kawin lagi dengan buaya wanita lain.
Seekor Monyet mendekati ke arahnya seraya berkata, “Hey, Pak Buaya! Mengapa kamu betah menjomblo? Kamu masih gagah, badanmu besar dan perkasa. Banyak buaya wanita yang mendekatimu, menggodamu, sepertinya menginginkanmu untuk kau kawini. Tapi mengapa kau malah cuek saja?? Andai aku jadi kamu, pasti mereka sudah ku kawini satu per satu.”
Lalu pak Buaya menjawab dengan gagahnya, ”Hey monyet bawel, Mengapa kamu malah sibuk mengurusi aku. Ini hidupku. Aku menikmati kesendirianku. Cintaku hanya untuk wanitaku, ibu dari anak-anakku yang kini telah mati. Dan aku tak berniat mencari wanita lain. Aku pun heran, Mengapa manusia-manusia selalu mengidentikkan diriku, menyebut-nyebut “Buaya” untuk para pria yang suka bermain-main dengan wanita. Jelas – jelas sifatku malah lebih baik dari mereka. Aku tak pernah bermain – main dengn buaya wanita lain selain istriku. Dan aku akan menjaga janji setia ini sampai akhir hayatku nanti. Hidupku akan terus berjalan walau tanpa wanita lain disisiku. Lihatlah teman – temanku buaya-buaya yang lainnya, mereka sama hal nya dengan diriku, hanya memilih satu buaya wanita sebagai pendamping dalam hidupnya.”
Lalu, si monyet itu pun pergi dengan bergelantungan dari dahan pohon satu ke pohon lain, sambil ia menggerutu, “dasar Buaya!, untung aku adalah Monyet. Enak.. enaak..enakkkK…”
Dan si buaya menyahutnya,”Dasar monyet loe! Doyan kawin cerai, gonta – ganti pasangan. Awas kena AIDS baru tau rasa loe!”
(Choa Chu Kang, February 2012)
hmmm…., pointnya bagus…, tp penyampaiannya kurang, hehe…., erin eksis trs ya….
Wah, nggak menyangka Erin punya bakat menulis ya. Keep up the good work !!
Bagus..:)
suwun 🙂
Thankyou masukkannya Hudisaputra. Sipp
Thankyou Anton.. Seepp.
Berartiiii yang gak setia itu monyettt :))))))