Lima Menit Lagi

Ada seorang ayah yang sedang berdiri di playground, menemani putrinya yang sedang asik bermain ayunan. Ketika itu hari minggu. Ibunya sedang berbelanja di pasar. Bagi mereka hari minggu adalah saatnya “me time -nya Ibu” dan “me time-nya ayah”, yakni giliran si Ayah harus menyediakan waktunya untuk menemani anak-anak.

“Ternyata waktu berjalan cepat”, sambil sesekali melirik pada jam di tangannya, si ayah tahu, saatnya bermain telah selesai, karena masih ada pekerjaan yang menunggu untuk segera diselesaikan.

“Ayo nak, kita pulang, masih ada yang harus Ayah kerjakan.”


“Sebentar Ayah, lima menit lagi ya, pliiiisss,”
suara kecil itu terdengar memelas.

Ayahnya dengan spontan menjawab, “Oke, lima menit lagi!”

Si kecil berlari ke ayunannya dan kembali bermain dengan gembira sedangkan si ayah mengamati dari kejauhan dengan senyuman senang.

Lima menit berlalu dengan cepat, saat si ayah pun kembali mengingatkan kepada puterinya, “Udah belum? Ayo, pulang sekarang..”

“Pliiiissss, lima menit lagi ya, Ayah. Lima menit terakhiiir deh. Janji, setelah ini udah selesai kok. Oke, Ayah?” suara memohon disertai tatapan mata polos yang penuh harap membuat si ayah tidak tega dan kembali mengabulkan permintaan si kecil.

Dari sederetan bangku di taman itu, seorang ibu sedari tadi mengamati kejadian itu, lalu ia berkomentar, “Wah… Bapak ini hebat sekali, sabar dengan anaknya ya, Pak.”

 

Dengan tersenyum si ayah bercerita, “Iya Bu, belajar sabar. Saya pernah kehilangan anak saya yang sulung karena terjatuh saat naik sepeda.  Sampai sekarang, masih terasa kekecewaan dan penyesalan di dalam hati ini. Saat mereka ada, saya terlalu sibuk dan tidak berusaha lebih keras menyisihkan waktu untuk keluarga hingga kemudian harus kehilangan salah satunya.  Saat sibuk dengan pekerjaan, saya sempat berpikir, toh yang saya lakukan untuk membahagiakan mereka, untuk memenuhi kebutuhan mereka juga. Dan ternyata saya salah. Uang yang saya kumpulkan seberapa banyak pun, ternyata tidak pernah bisa membeli kebahagiaan itu,” ujarnya dengan nada duka.
“Sejak saat itu saya berjanji dalam hati untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama. Dan saat si kecil merengek minta ,’lima menit’, sesungguhnya, bukan dia yang meminta waktu kepada saya, tetapi dia justru sedang memberi tambahan waktu kepada saya untuk melewati kebahagiaan bersamanya,” papar si ayah sambil melontarkan pandangan sayang kepada putrinya yang sedang asyik bermain.

***

Dalam kehidupan ini, manusia seringkali lupa mensyukuri dan menghargai yang telah dimiliki. Karena larut dalam kesibukan, sehingga lupa kebahagiaan yang sejatinya ada di dekatnya. Saat keadaan memaksa harus kehilangan hanya sebuah penyesalan, kekecewaan, bahkan kerap kali terpuruk dengan perasaan bersalah yang berkepanjangan dan sulit untuk memaafkan diri sendiri.[e_SdS]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Security Code * Time limit is exhausted. Please reload the CAPTCHA.